Lompat ke konten
Home » √ SEJARAH DINASTI MAMLUK, Kajian Lengkap dari A-Z!

√ SEJARAH DINASTI MAMLUK, Kajian Lengkap dari A-Z!

Daftar Isi

dinasti mamluk
dinasti mamluk

www.rangkumanmakalah.com

Pendahuluan

Agama Islam adalah agama yang menganut azaz persamaan (equality) sesama manusia dan saling bertergantungan satu sama lainnya. Islam tidak membedakan antara manusia pria atau wanita, orang Arab atau orang non Arab (‘ajam), orang bangsawan atau rakyat jelata karena semuanya sama kedudukannya dimata Allah. Hal ini Allah nyatakan dalam firman-Nya dalam Q.S al-Hujurat ayat 13 : “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang pria dan wanita , dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal (rukun dan damai), sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu”.

Ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa Allah tidak memandang status siapa pun di atas dunia ini karena dengan adanya perbedaan itu menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah karena adanya perbedaan mnenjadikan sebuah konsep ilmu dalam mengembangkan pola pikir dan cakrawala. Karena itu tidak mengherankan jika ada orang yang tadinya adalah budak, orang tawanan, dan setelah ia masuk Islam dan dibebaskan, dia akhirnya menjadi orang penting, bahkan ada yang menjadi panglima, dan raja-raja besar. Dalam sejarah Islam, raja-raja yang berasal dari budak ini disebut Mamalik, atau oleh literatur Barat Mamluk.[1]

Pada kesempatan ini penulis akan secara khusus membahas Dinasti Mamluk yang ada di Mesir. Kalau ada negeri Islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun serangan Timur Lenk, maka negeri itu adalah Mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan Dinasti Mamluk (Mamalik).[2]

Asal Usul Dinasti Mamluk di Mesir.

Dinasti Mamluk, sebagaimana ditunjukkan oleh namanya, merupakan dinasti para budak, yang berasal dari berbagai suku dan bangsa menciptakan suatu tatanan oligarki militer di wilayah asing. Para sultan-budak ini menegaskan kekuasaan mereka atas wilayah Suriah-Mesir, yang ini sebelumnya dikuasai tentara Salib. Selama beberapa waktu mereka berhasil menahan laju serangan pasukan Mongol pimpinan Hulagu dan Timurlenk.[3]

Kata Mamluk adalah bentuk mufrad dari kata Mamalik dan Mamlukun yang berarti budak atau hamba yang dibeli dan dididik dengan sengaja agar menjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang Mamluk berasal dari ibu bapak yang merdeka, bukan dari budak atau hamba sahaya. Berbeda dengan ‘abd, yang dilahirkan oleh ibu bapak yang juga berstatus sebagai hamba yang kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk biasanya berkulit putih, sedangkan ‘abd berkulit hitam.[4]

Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, yaitu golongan budak yang dimiliki para sultan dan amir pada masa kesultanan Bani Ayyub. Para Mamluk Dinasti Ayyubiyah ini berasal dari Asia Kecil, Persia, Turkistan dan Asia Tengah. Mereka terdiri dari suku-suku bangsa Turki, Rusia, Kurdi, Syracuse dan bagian kecil dari bangsa Eropa.[5]

Dinasti Mamluk didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayyubiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Para Mamluk ini ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Ayyubiyah yang terakhir, al-Malik al-Shaleh, mereka dijadikan tentara dan pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya. Pada masa ini mereka mendapatkan hak-hak istimewa, baik dalam imbalan materil maupun dalam hal ketentaraan.[6]

Kerajaan Mamluk dibagi menjadi dua periode

Kerajaan Mamluk dibagi menjadi dua periode berdasarkan daerah asalnya. Golongan pertama disebut dengan Mamluk Bahri. Golongan pertama ini berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan), Mongol, dan Kurdi. Mereka ditempatkan di Pulau Raudhah di Sungai Nil. Di sinilah mereka menjalani latihan militer dan pelajaran keagamaan. Karena penempatan mereka inilah mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (budak lalut/air).[7]

Golongan kedua dinamakan Mamluk Burji, yang berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukakus. Dinamakan dengan istilah Burji karena Sultan Qala’un menempatkan semua pengawalnya di benteng (al-Burj) Kairo.[8] Golongan kedua inilah yang berhasil bertahan untuk berkuasa pada Dinasti Mamluk.

I. Mamluk Bahri (648-792 H/ 1250-1389 M)

Nama Mamluk Bahri dinisbatkan pada sebuah tempat yang disediakan oleh Sultan Malik Shaleh Najmuddin Ayyub kepada para Mamluk, tempat ini berada di sebuah pulau di tepi Sungai Nil, yaitu Pulau Raudhah. Pulau ini dilengkapi dengan senjata, pusat pendidikan, dan latihan militer. Sejak itu para Mamluk ini dikenal denga sebutan al-Mamalik al-Bahriyyah (para budak lautan).[9]

Salah satu yang merupakan keunikan dari sejarah pemerintahan Dinasti Mamluk ini adalah adanya ambisi untuk menjadi Sultan dari seorang Mamluk wanita yang bernama Syajar ad-Dur. Dia adalah isteri Sultan Dinasti Ayyubiyah, al-Shaleh Najmuddin Ayyub. Syajar ad-Dur mengambil alih kekuasaan setelah suaminya meninggal dunia dalam pertempuran melawan pasukan Louis IX di Dimyath, Mesir. Putra mahkota Turansyah ketika itu sedang berada di Syam. Untuk menjaga agar semangat pasukan Islam, sang istri menyembunyikan berita kematian suaminya. Setelah Turansyah tiba di Mesir untuk berkuasa, ia dibunuh oleh pengikut Syajar ad-Dur. Kepemimpinan Syajar ad-Dur ini berlangsung selama 80 hari.[10]

Dalam sumber lain dikatakan bahwa setelah al-Malik Shaleh meninggal (1249 M), anaknya Turansyah naik tahta sebagai Sultan. Golongan mamalik merasa terancam karena turansyah lebih dekat dengan tentara asal Kurdi. Akhirnya, pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Setelah kejadian ini Syajar ad-Dur yang juga berasal dari kaum Mamluk mengambil alih kekuasaan.Kekuasaannya berlangsung lebih kurang selama tiga bulan.[11]

Kekuasaan Syajar ad-Dur ini berakhir dengan adanya teguran dari Khalifah Abbasiyah di Baghdad, bahwa yang memerintah itu seharusnya adalah seorang pria dan bukan wanita.Syajar tidak sanggup menolak perintah khalifah tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk menikah dengan sultan pengganti dirinya yang bernama Izzuddin Aybak agar dapat memerintah di belakang layar. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajar ad-Dur dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai sultan syar’i (formalitas) di samping dirinya sebagai penguasa yang sebenarnya. Namun, akhirnya Aybak juga mambunuh Musa.

Aybak resmi menjadi sultan pertama Dinasti Mamluk Bahri. Ia berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya, Qutuz. Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedu tentara bertemu di Ain Jalut pada tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan Mongol tersebut. Kemenangan ini membuat Mamalik menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa Syiria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamalik.[12]

Perang ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam dan merupakan kemenangan pertama kaum muslimin atas orang-orang Mongolia. Mereka berhasil menghancurkan mitos yang mengatakan bahwa tentara Mongol tidak pernah terkalahkan.

Setelah Qutuz digulingkan oleh Baybars, kerajaan mamluk makin bertambah kuat. Bahkan, Baybars mampu berkuasa selama tujuh belas tahun (657 H/1260 M- 676 H/ 1277 M) karena mendapat dukungan militer, dan tidak ada lagi Mamluk senior selai Baybars. Kejayaan yang diraih pada masa Baybars adalah memporak-porandakan tentara Salib di sepanjang Laut Tengah dan Pegunungan Syiria. Ia juga menaklukkan daerah Nubia (Sudan) dan sepanjang pantai Laut Merah. Prestasi Baybars yang lain adalah menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1258 M.[13] Baybars juga meminta legalitas dari khalifah atas kekuasaannya, untuk mendapatkan simpati rakyat Mesir sebagaimana Dinasti Ayyubiyah.

Prestasi Baybars dalam bidang agama, ia adalah sultan Mesir pertama yang mengangkat empat orang hakim yang mewakili empat mazhab, ia juga mengatur keberangkatan haji secara sistematis dan permanen. Ia juga dikenal sebagai sultan yang shaleh dalam soal agama dan sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah.

Di bidang diplomatik, Baybars menjalin hubungan dengan pihak-pihak yang bershabat dan tidak membahayakan kekuasaannya. Ia memperbaharui hubungan Mesir dengan Konstantinopel, serta membuka hubungan Mesir dengan Sisilia. Selain itu ia juga menjalin ikatan perdamaian dan hubungan baik dengan Barke (Baraka) yang merupakan keponakan dari Hulagu Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di Golden Horde dan Kipchak (wilayah di bagian Barat kerajaan Mongol).[14]

Di bidang perekonomian dan perdagangan juga mengalami kemajuan pesat yang membawa kepada kemakmuran. Jalur perdagangan yang sudah dibangun sejak Dinasti Fathimiyah diperluas dengan membuka hubungan dagang dengan Italia dan Perancis. Kota Kairo menjadi kota penting dan strategis sebagai jalur perdagangan Asia Barat dan Laut Tengah dengan pihak Barat, dan menjadi lebih penting setelah jatuhnya Baghdad.

Baybars dan beberapa sultan setelahnya memberikan kebebasan kepada petani untuk memasarkan hasil tani mereka. Hal ini mendorong mereka untuk meningkatkan hasil pertaniannya, sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi Mesir. Bidang perhubungan darat dan laut juga menjadi lancar dengan membuat terusan-terusan, pelabuhan, dan menghubungkan Kairo dan damaskus dengan layanan pos cepat.

Pada masa ini, ilmu pengetahuan juga mengalami kemajuan pesat. Hal ini disebabkan jatuhnya Baghdad yang mengakibatkan sebagian ahli ilmu pengetahuan melarikan diri ke Mesir. Dengan demikian Mesir berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, melanjutkan perjuangan kota-kota Islam lainnya setelah dihancurkan oleh orang-orang Mongol. Di antara cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berkembang ketika itu adalah sejarah, kedokteran, matematika, astronomi, dan ilmu agama.

Di bidang sejarah tercatat nama-nama beberapa pakar, antara lain Ibnu Khalikan, Ibnu Khaldun (penulis kitab al-‘Ibar), Abu al-Fida’, Ibn Tagri Bardi Atabaki, al-Maqrizi yang terkenal sebagai seorang penulis sejarah kedokteran. Bidang ilmu kedokteran juga mengalami kemajuan dengan adanya penemuan-penemuan baru. Abu Hasan Ali Nafis (w.1288) seorang kepala rumah sakit Kairo menemukan susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, tiga abad lebih dahulu dari Servetus (orang Portugis). Selain itu, juga terdapat tokoh-tokoh lain, seperti Nasiruddin at-Tusi (1201-1274) seorang ahli observatorium, dan Abu Faraj Tabari (1226-1286 M), ahli matematika.[15]

Di bidang seni arsitektur juga berkembang dengan baik. Para sultan berlomba mendirikan bangunan-bangunan monumental yang berseni tinggi. Bermunculanlah bangunan sekolah-sekolah, masjid-masjid yang indah dan megah. Bangunan-bangunan tersebut ada yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini, seperti masjid Rifa’I dan masjid Sultan Hasan di Kairo. Mesjid ini sempat dikunjungi presiden Amerika Serikat, Barrack Obama, ketika kunjungannya ke Mesir. Kita juga masih bisa saksikan salah satu bekas istana Mamalik di Maidan Abbasiyah Kairo, Mesir.

Pemerintahan Mamluk selanjutnya dipimpin oleh Bani Bibarisiyah. Diawali oleh Az-Zhahier Bibaris. Tapi tidak begitu banyak yang berarti kerajaan Mamluk di bawah kekuasaan Bani Bibaris. Di antara sultan Bani Bibarisiyah adalah Al-Mansur Qalawun (678 H-689 H/ 1280-1290 M) yang telah menyumbangkan jasanya dalam pengembangan administrasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri untuk memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional. Sultan Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Qalawun adalah putra pengganti Qalawun, yaitu Nashir Muhammad (696 H/1296 M).

Masa setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk Bahri dipimpin oleh Mamluk keturunan Muhammad hingga Sembilan sultan. Sultan terakhir dari Dinasti Mamluk berasal dari Bani Sya’baniyah, al-Shalih Hajj Assyraf bin Sya’ban sekitar tahun 791 H/1388 M. Ia digulingkan oleh sultan Barquq yang menjadi cikal bakal sultan pertama pada pemerintahan Mamluk Burji.[16]

Di antara peristiwa penting pada masa ini (pasca Qalawun) adalah sebagai berikut:

  1. Pada tahun 680 H/1281 M, Manshur Qalawun berhasil menghancurkan pasukan Tartar dengan sangat telak.
  2. Pada tahun 702 H/1312 M, An-Nashir Muhammad bin Qalawun berhasil menaklukkan kepulauan Arwad dan mengusir orang-orang Salibis dari sana.
  3. Pada tahun yang sama pasukan Tartar juga dikalahkan dengan sangat telak pada perang Syaqhat di dekat Damaskus, ikut dalam perang ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Para sultan Mamluk Bahri

Secara turun-temurun, para sultan Mamluk Bahri seperti terlihat pada tabel berikut ini.[17]

No

Nama

Masa Pemerintahan

Akhir Pemerintahan
1 Syajarat Durr 648 H/1250 M Dibunuh
2 Izzuddin Aybak 648 H/1250 M Dibunuh
3 Nuruddin ‘Ali bin Aybak 655 H/1257 M Dicopot
4 Saifuddin Qutuz 657 H/1258 M Dibunuh
5 Zhahir Bibaris 658 H/1259 M Wafat
6 Sa’id Barkah bin Bibaris 676 H/1277 M Dicopot
7 ‘Adil Badruddin bin Bibaris 689 H/1290 M Dicopot
8 Manshur Qalawun 693 H/1294 M Wafat
9 Asyraq Khalil bin Qalawun 694 H/1294 M Dibunuh
10 ‘Adil Katabagha 698 H/1298 M
11 Manshur Lajin 708 H/1208 M Dibunuh
12 Nashir Muhammad bin Qalawun 709 H/1309 M Diganti
13 Mudzafar Bibaris Abi Syakir 741 H/1340 M Dibunuh
14 Nashir Muahmmad bin Qalawun 742 H/1341 M Wafat
15 Manshur Abu Bakar bin Muhammad 742 H/1341 M Dicopot
16 Asyraf Kazak bin Muhammad 743 H/1342 M Dicopot
17 Nashir Ahmad bin Muhammad 746 H/1345 M Dicopot
18 Shalih Ismail bin Muhammad 747 H/1346 M Wafat
19 Kamil Sya’ban bin Muhammad 748 H/1347 M Dibunuh
20 Muzhafar Amir Hajj bin Muhammad 752 H/1351 M Dibunuh
21 Nashir Hasan bin Muhammad 755 H/1354 M Dicopot
22 Shalih bin Muhammad 762 H/1360 M Dicopot
23 Nashir Hasan bin Muhammad 764 H/1362 M Dibunuh
24 Manshur Muhammad bin Amir Hajj 778 H/1376 M Dicopot
25 Asyraf Sya’ban bin Hasan 783 H/1381 M Dibunuh
26 Manshur ‘Ali bin Sya’ban 791 H/1388 M Wafat
27 Shalih Haj bin Asyraf Sya’ban 1389M-1390 M Dicopot

II. Mamluk Burji (792-923 H./ 1389-1517 M.)

Masa pemerintahan Mamluk Burji diawali dengan berkuasanya sultan Barquq (784-801 H/1382-1399 M) setelah berhasil menggulingkan sultan terakhir dari Mamluk Bahri, Shalih Hajj bin Asyraf Sya’ban. Jika Baybars berhasil mengusir Hulagu Khan yang mau menyerang Mesir, maka Barquq berhasil menahan Timur Lenk dengan tentaranya untuk tidak memasuki wilayah Mesir tahun 1517, sehingga Mesir selamat dari serangan Timur Lenk dan tentaranya yang kejam itu. Sesungguhnya tidak ada perbedaan yang mendasar pada pemerintahan Mamluk Bahri dan Mamluk Burji, baik dari status para sultan yang dimerdekakan ataupun dari segi sistem pemerintahan.[18]

Pemerintahan selanjutnya dipimpin oleh sultan Al-Nashir Faraj (801-808 H/1399-1405 M), putra sultan Barquq dan merupakan salah seorang cucu Jengis Khan yang telah masuk Islam dan berkuasa di wilayah Samarkand dan Khurasan.

Banyak dari sultan-sultan Mamluk Burji naik tahta pada usia muda. Hal ini menjadi salah satu faktor melemahnya dinasti Mamluk. Para Mamluk selalu disibukkan dengan gejolak dan pertentangan yang terjadi. Dana kesultanan lebih banyak dikeluarkan untuk aksi-aksi militer, sementara pemasukan semakin menipis, sehingga pendidikan tidak begitu terperhatikan.

Tekanan dari luar wilayah Mamluk pun datang beruntun, karena Mamluk Burji tidak mengutamakan persatuan dan banyak yang meminta bantuan luar. Sebagai contoh pada masa sultan Asyraf Qaitbay (872-901 H), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir Mamluk di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan di Selatan Mesir. Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan dari pasukan Turki Utsmani terhadap wilayah Mamluk yang merupakan cikal bakal permusuhan antara Dinasti Mamluk dan tentara Turki Utsmani.

Begitulah seterusnya para sultan Mamluk dilanda krisis dan perang, baik dari dalam maupun dari pihak luar seperti tentara Turki Utsmani, dan Portugis yang melarang dan mengusik jalur perdagangan di Laut Tengah, hingga tewasnya sultan Qanshus Al-Guri ketika berperang melawan Turki Utsmani pada tahun 922 H/1516 M. Sejak itu Dinasti Mamluk berada di bawah bayang-bayang tentara Turki Utsmani.

Keadaan seperti inilah yang menyebabkan Mamluk Burji tidak bisa membuat kemajuan seperti yang telah dicapai oleh Dinasti mamluk Bahri.

Sultan terakhir Dinasti Mamluk Burji adalah Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang pejuang yang gigih, namun pada saat itu ia tidak mendapatkan dukungan dari golongan Mamluk, sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Utsmani yang telah berhasil menguasai khalifah Abbasiyah, Al-Mutawakkil. Akhirnya Tumanbai ditangkap oleh pasukan Turki Utsmani atas bantuan beberapa amir Mamluk dan kemudian digantung di salah satu gerbang kota Kairo, Bab al-Zuwailah pada tahun 923 H/1517 M. Sejak saat itu, berakhirlah masa pemerintahan Dinasti Mamluk.[19]

Para Sultan Dinasti Mamluk Burji dapat dilihat pada table berikut:

No

Nama Sultan

Masa

Pemerintahan

Akhir pemerintahan

1 Az-Zhahir Barquq 792 H/1389 M Wafat
2 An-Nashir Farj bin Barquq 801 H/1398 M Dicopot
3 Al-Manshur Abdul Aziz bin Barquq Tiga bulan Dicopot
4 An-Nashir Farj (kedua kali) 808 H/1405 M Dibunuh
5 Al-Muayyid Syaikh 815 H/1412 M Wafat
6 Al-Muzaffar Ahmad Ibn Al-Muayyid Beberapa bulan Dicopot
7 Az-Zhair Thutar Beberapa Bulan Wafat
8 Ash-Shalih Muhammad bin Thutar Beberapa Bulan Dicopot
9 Al-Asyraf Barsibai 825 H/1421 M Wafat
10 Al-Aziz Yusuf bin Barsibai Beberapa bulan Dicopot
11 Az-Zhahir Jaqman 842 H/1438 Wafat
12 Al-Manshur Utsman bin Jaqman Beberapa bulan Dicopot
13 Al-Asyraf Inal 857 H/1453 M Wafat
14 Al-Muayyid Ahmad bin Inal Beberapa bulan Dicopot
15 Az-Zhahir Kasyqadam 865 H/1460 M Wafat
16 Az-Zhahit Balba Dua Bulan Dicopot
17 AZ-Zhahir Tamrigha Dua Bulan Dicopot
18 Khairbeik Satu Malam Dicopot
19 Al-Asyraf Qaytabai 872 H/1467 M Wafat
20 An-Nashir Muhammad bin Qaytabi 901 H/1495 M Dicopot
21 Qanshuh 902 H/1495 M Dibunuh
22 An-Nashir Muhammad (dua kali) 903 H/1497 M Dibunuh
23 Az-Zhahir Qanshuh 904 H/1498 M Dicopot
24 Janbalah 905 H/1499 M Dibunuh
25 Al-‘Adil Tumanbai I Beberapa bulan Dibunuh
26 Al-Asyraf Qanshuh Al-Ghauri 906 H/1500 M Dibunuh
27 Tumanbai II 922-923 H/1516-1517 M Dibunuh

Runtuhnya Dinasti Mamluk

Kehancuran pemerintahan Mamluk, baik Bahri maupun Burji pada dasarnya berasal dari internal istana sendiri. Meskipun faktor luar cukup memberikan pengaruh terhadap kehancuran Mamluk sebagai faktor eksternal.

Gaya hidup yang tinggi diperlihatkan oleh sultan Nashir selama ia memerintah. Misalnya, ketika Nashir mengadakan pesta perkawinan anaknya, ia menyajikan 18.000 irisan roti, menyemblih 20.000 ekor ternak, dan menyalakan 3.000 batang lilin untuk menerangi istananya. Selain itu, Nashir suka mengeluarkan uang untuk kesenangann pribadinya, seperti kesenangannya berolah raga kuda. Ia sanggup mengeluarkan 30.000 Dinar demi seekor kuda yang ia senangi. Gaya hidup yang tinggi pada masa Nshir dibebankan kepada rakyat, sehingga rakyat harus membayar pajak yang lebih tingggi. Akibatnya hasil produksi rakyat menurun. Hal ini menjadi salah satu sebab runtuhnya Dinasti Mamluk.

Secara internal, sebagai temuan Ibn al-Taghri Birdi yang dikutip K.Hitti menjelaskan bahwa: “Faktor kehancuran Mamluk Burji tampak terlihat dari para sultan dan pegawainya yang berprilaku buruk, seperti tipu daya, pembunuhan, dan pembantaian. Sebagian sultan melakukan tindakan kejam, curang, dan kebanyakan dari mereka tidak beradab.” Begitu pula dalam tulisan Suyuthi, bahwa: “Hanya sultan Barquq dari begitu banyak sultan yang mempunyai ayah seorang Muslim.”[20]

Korupsi dan monopoli ekonomi dilakukan oleh para sultan dalam mengelola pembangunan. Seperti sultan Barsibai, sebelum harga naik, ia memonopoli persediaan rempah yang ada, kemudian menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. Dia juga memonopoli produksi gula, dan melangkah lebih jauh dengan melarang tanaman tebu selama satu periode dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang sangat bear baginya.

Secara eksternal, kalangan Mamluk Burji lebih tidak peduli dengan urusan luar negerinya, mereka lebih tertarik untuk mengurusi persoalan domestic dalam negeri. Kondisi ini terbaca oleh musuh-musuh lamanya, seperti tentara Mongol yang berkeinginan untuk merebut kembali kekuasaan Dinasti Mamluk, ditambah dengan pasukan Utsmani yang memperparah kehancuran Mamluk Burji.[21]

Faktor yang mempengaruhi kemunduran dan keruntuhan dinasti mamluk dimesir

Jadi dapat kita simpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemunduran dan keruntuhan dinasti mamalik dimesir yakni;

  1. Faktor interal
  2. Pola hidup para penguasa yang suka hidup mewah dan berfoya-foya.
  3. Prilaku buruk dari para sultan atau para pegawainya seperti, tipudaya, pembunuhan dan pembantaian.
  4. Korupsi dan monopoli ekonomi dilakukan oleh para sultan dalam mengelola pembangunan.
  5. Terjadinya perpecahan dan konflik internal serta terjadi banyak peperangan diantara mereka.
  6. Faktor external
  7. Munculnya kekuatan Ustmani di Turki yang nantinya akan mengakhiri pemerintan dinasti mamalik.
  8. Kegagalan mereka membendung serangan orang-orang portugis yang saat itu telah sampai di laut Tengah dan laut Merah.
  9. Ditemukanya tanjung harapan oleh Eropa tahun 1498 M, yang menyebabkan jalur perdagangan Asia Eropa lewat Mesir menurun fungsinya sehingga mengganggu perekonomian negara.[22]

Kemajuan-Kemajuan Yang Di Capai Oleh Dinasti Mamluk Dalam Dunia Islam

Dinasti Mamluk Mesir memberikan sumbangan besar bagi sejarah Islam dengan mengalahkan kelompok Nasrani Eropa yang menyerang Syam, selain itu dinasti bani mamluk berhasil mengalahkan bangsa Mongol, merebut dan mengislamkan Kerajaan Nubia (Ethiopia), serta menguasai Pulau Cyprus dan Rhodes. Peninggalan dinasti mamluk antara lain berupa Masjid Rifai, Mausoleum Qalawum, dan Masjid Sultan Hassan di Kairo.[23]

Dalam bidang pemerintahan

Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamalik atas tentara Mongol di ‘Ayn al-Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daerah sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam negeri, Baybars mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari serangan bangsa Mongol, al-Mustanshir sebagai khalifah. Dengan demikian, khilafah Abbasiyah, setelah dihancurkan oleh tentara Hulaghu di Baghdad, berhasil dipertahankan oleh daulah ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah, Assasin di pegunungan Syria, Cyrenia (tempat berkuasanya orang-orang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.

Dalam bidang ekonomi

Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamalik membuka hubungan dagang dengan Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad menjadikan kota Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, dan menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Disamping itu, hasil pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat membantu pengembangan perekonomiannya.

Di bidang ilmu pengetahuan

Di bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nashiruddin ath-Thusi. Di bidang matematika Abul Faraj al-‘Ibry . Dalam bidang kedokteran: Abul Hasan ‘Ali an-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abdul Mun’im ad-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Ar-Razi’, perintis psykoterapi. Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Shalahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam bidang ilmu keagamaan, tersohor nama Syaikhul Islam ibn Taimiyah Rahimahullah, seorang mujaddid, mujahid dan ahli hadits dalam Islam, Imam As-Suyuthi Rahimahullah yang menguasai banyak ilmu keagamaan, Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani Rahimahullah dalam ilmu hadits, ilmu fiqih dan lain-lain.

Daulah Mamalik Bidang Arsitektur

Daulah Mamalik juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini di antaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa-villa, kubah dan menara masjid.[24]

* situs: www.rangkumanmakalah.com

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Munir, Syamsul, Sejarah Peradapan Islam, Jakarta: Amzah, 2013

Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994

Effendy, Mochtar, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001

Hitti, K. Philip., History of The Arabs; From the Earliest Times to Present, Jakarta; PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010

Lubis, Umar, Burhanuddin, Amany, Ensiklopedi Tematis, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002

Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008

Usairy, Al, Ahmad, Sejarah Islam, Jakarta : akbar media eka sarana, 2003

Usairy, Al, Ahmad, Sejarah Islam Sejak Zaman nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2006

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Jakarta: Raja Grafind Persada, 2007

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006


[1] Mochtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2001), cet. I. h. 337

[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), Ed. 1. h. 124

[3] Philip K. Hitti, History of The Arabs; From the Earliest Times to Present, (Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hal. 859

[4] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), cet. I. h.235

[5] Amany Burhanuddin Umar Lubis, Ensiklopedi Tematis, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h. 218

[6] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hal. 236

[7] Ibid, hal. 236

[8] G.E. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam, ( Bandung, Mizan, 1993), hal 90

[9] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hal. 236

[10] Ibid, hal. 237

[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hal. 125

[12] Ibid, hal. 125

[13] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hal. 237-238

[14] Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru van Hoeve,1994), cet. II. hal. 147

[15] Ibid, hal. 148

[16] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hal. 238-239

[17] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2006), cet. IV, h.304

[18] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hal. 241

[19] Ibid, hal 242-243

[20] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hal. 246

[21] Ibid, hal. 247

[22] Ahmad al ‘Usairy, Sejarah Islam (Jakarta : akbar media eka sarana, 2003), 313.

[23] Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradapan Islam, (Jakarta, Amzah, 2013), hal. 280

[24] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (jakarta : raja grafind persada, 2007), 126-128.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *