Daftar Isi
A. Pengertian Proses Pembelajaran dalam fungsi Guru
Sebelum menguraikan tentang pengertian proses pembelajaran, terlebih dahulu penulis uraikan permakna dari struktur kalimat pembentuknya. Terdiri dari kata proses dan pembelajaran. Proses adalah runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu[1] atau dalam pengertian lain ialah jalannya suatu peristiwa dari awal sampai akhir.[2]
Dari batasan pengertian di atas, dapat diambil benang merah bahwa proses adalah suatu perubahan yang langsung dari awal hingga akhir secara terus menerus yang saling berkaitan atau berhubungan dalam suatu ikatan untuk mencapai suatu tujuan.
Sementara pembelajaran berasal dari kata “ajar” yang mendapat awalan “ber” sehingga terjadi bentuk kata pembelajaran.[3] Dalam proses selanjutnya, bentuk baru ini mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti kata benda abstrak dari kata kerja asal. Dilihat dari asal kata pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berasal dari kata belajar, yang ditambahkan afiks awalan pe dan afiks akhiran an, yang dasarnya dari kata ajar. Dari segi arti, kata ini kemudian mengandung proses atau peristiwa dari kata kerja tersebut. Dengan kata lain istilah pembelajaran mengandung arti suatu proses yang berhubungan dengan belajar.
Melihat dari arti menurut asal kata di atas, maka dapat dikemukakan tentang pengertian pembelajaran itu sendiri. Mengenai ini, ada beberapa orang ahli berpendapat yang berbeda, di antaranya:
- Harjanto dalam bukunya Perencanaan Pengajaran, mengatakan bahwa pembelajaran berasal dari bahasa Asing, yaitu instruction yang diterjemahkan menjadi “pembelajaran atau pengajaran” dan “bahan intruksi”. Bertolak dari konsep tersebut, istilah “sistem instruksional” digunakan untuk menunjukkan suatu “proses belajar mengajar” atau “proses pengajaran” atau lebih tepat lagi proses pembelajaran.[4]
- Chalijah Hasan, mendefenisikan bahwa proses pengajaran adalah berjalannya suatu pengajaran dengan suatu susunan dari beberapa bagian dari suatu bahan pelajaran yang merupakan satu kesatuan yang berhubung-hubungan.[5]
Istilah pembelajaran merupakan istilah lain dari proses belajar mengajar yang mempunyai arti dan ruang lingkup yang lebih mendalam. Istilah ini lebih dikhususkan untuk mengembangkan proses belajar mengajar. Pembelajaran adalah suatu kata yang pengertiannya sama dengan pengajaran. Kedua kata tersebut hanya berbeda dari segi penulisan dan dari kata yang dipergunakan, sedangkan makna yang dikandungnya tetap sama. Hanya saja kata pembelajaran ini merupakan istilah popular yang sekarang digunakan dalam dunia pendidikan dalam fungsi guru.
Untuk memudahkan dalam memahami apa yang dimaksud dengan pembelajaran atau pengajaran, di bawah ini akan penulis kemukakan beberapa pendapat para ahli pendidikan yang mencoba mendefinisikannya dengan istilah lama yaitu pengajaran.
Dalam Kamus Istilah Pendidikan Dan Umum yang disusun oleh M. Sastrapradja menyatakan: “pengajaran adalah cara mengajar atau mengajarkan”.[6] Oemar Hamalik juga menambahkan bahwa: “pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran”.[7]
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang melibatkan guru, siswa dan komponen[8] lainnya dalam proses pembelajaran yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam rangka tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Dengan adanya komponen-komponen pembelajaran di atas, maka seorang guru kiranya mampu memungkinkan terciptanya situasi yang tepat, sehingga memungkinkan pula terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.[9]
Sehingga dapat pula ditarik pemahaman bahwa dalam keseluruhan proses pembelajaran yang terdapat di lembaga pendidikan (sekolahg), kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok. Artinya, berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada bagaiaman proses pembelajaran yang dialami siswa.[10]
B. Prinsip-prinsip Pembelajaran pada fungsi guru
Kegiatan pembelajaran merupakan bagian yang paling penting dalam implementasi sebuah kurikulum. Untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi pembelajaran dapat diketahui melalui kegiatan pembelajarannya. Untuk itu dalam melaksanakan pembelajaran seyogyanya seorang pengajar mengerti bagaimana membuat kegiatan pembelajaran itu berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Prinsip-prinsip pembelajaran merupakan bagian penting yang perlu diketahui oleh seorang pengajar, dengan memahami prinsip-prinsip pembelajaran, seorang pengajar dapat membuat suatu acuan dalam pembelajaran sehingga pembelajaran akan berjalan lebih efektif serta dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Adapun Prinsip-prinsip pembelajaran yang perlu diketahui oleh pendidik adalah: ( fungsi guru )
a. Prinsip Perkembangan
Siswa yang diajar dikelas sedang bearada dalam proses perkembangan, dan akan terus berkembang. Sehubungan dengan perkembangan ini maka kemampuan anak didik pada setiap jenjang usia dan tingkat berbeda-beda. Anak pada jenjang usia atau kelas yang lebih tinggi, memiliki kemampuan lebih tinggi dan yang dibawahnya. Pada waktu memilih bahan dan metode mengajar, guru hendaknya memperhatikan dan menyesuaikannya dengan kemampuan-kemampuan anak tersebut.[11]
b. Prinsip Perbedaan Individu
Perbedaan individual dalam belajar, yaitu bahwa proses belajar yang terjadi pada setiap individu berbeda satu dengan yang lainnya baik secara fisik maupun psikis, untuk itu dalam proses pembelajaran mengandung implikasi bahwa setiap siswa harus dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan selanjutnya mendapat perlakuan dan pelayanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa itu sendiri.
Dalam pengajaran yang bersifat klasikal, semisal yang umum dilakukan di lembaga-lembaga sekolah, dalam penyesuaian pengajaran yang melibatkan prinsip satu ini, perbedaan individual, terbatas sekali.[12]
c. Minat dan kebutuhan anak
Menurut Mahfudh Salahudin, minat adalah “Perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan”.[13] Minat merupakan perasaan senang dan tertarik pada suatu obyek, dan kesenangan pada gilirannya cenderung untuk memperhatikan dan akhirnya aktif berkecimpung dalam obyek tersebut. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktifitas akan memperhatikannya secara konsisten dengan rasa senang. Minat juga dapat diartikan “Suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keingin-inginan atau kebutuhan sendiri.[14] Oleh karena itu apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan membangkitkan minat, sejauh apa yang dilihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingan sendiri.
d. Aktifitas Siswa
Menurut pandangan psikologi, anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri.
John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan tansformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu.
Dengan demikian, dalam pengajaran, siswa merupakan subjek, karena dia adalah pelaku dalam kegiatan belajar. Dan, sebisa mungkin pendidik mengarahkan siswa agar berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, karenanya pendidik hendaknya merencanakan pengajaran, yang menuntut siswa banyak melakukan aktifitas belajar.[15]
e. Prinsip Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu atau anak didik untuk mencapai tujuannya.[16] Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Ada tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi tingkah lakunya.
Selain bisa diarahkan oleh pendidik (eksternal), motivasi juga dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua, teman dan sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu: memberikan dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran ( fungsi guru )
Berhasil dan tidaknya proses pembelajaran, secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Proses hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar. M. Dalyono mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar, antara lain:[17]
Faktor internal (dalam diri siswa)
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu bersangkutan.
Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya karena proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan – gangguan/kelainan kelainan alat inderanya serta tubuhnya. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan dengan orang yang dalam keadaan lelah.[18]
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan – ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan olah raga, rekreasi dan ibadah. Selain daripada itu, anak didik dianjurkan untuk memilih pola istirahat dan olah raga yang sedapat mungkin terschedule secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting, sebab tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.[19]
Inteligensi
Intelegensi adalah keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari.[20] Minat terhadap intelejensi sering kali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual. Muhibbin Syah dalam hal ini berpendapat bahwa inteligensi ialah kemampuan psiklo-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan. Inteligensi menonjolkan peranan otak daripada organ yang lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.[21]
Sementara menurut M Dalyono[22] intelegensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian terhadap sesuatu situasi atau masalah, yang meliputi berbagai jenis kemampuan psikis seperti: abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat, berbahasa, dan sebagainya. Intelegensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.
Berdasarkan beberapa definisi tentang intelegensi di atas, dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir yang dapat digunakan untuk menyesuaikan diri terhadap kebutuhan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir yang sesuai dengan tujuanya.
Bakat
Bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberi kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar, akan menjadi kecakapan yang nyata. Seseorang yang tidak berbakat akan sukar untuk mempelajari sesuatu secara mendalam. Menurut Hilgard dalam buku Slameto[23] “bakat” adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih.
Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu. Mengetahui bakat yang dimiliki siswa itu sangat penting karena dengan mengetahuinya, maka akan dapat menempatkan siswa tersebut belajar di sekolah sesuai dengan bakatnya.
Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik – baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Siswa segan – segan untuk belajar, dan tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan siswa.
Motivasi
Salah satu tujuan pendidikan adalah menghasilkan siswa yang mempunyai semangat untuk terus belajar seumur hidup, penuh rasa ingin tahu dan keinginan untuk menambah ilmu. ( fungsi guru )
Demikian, seorang guru senantiasa dihadapkan dengan siswa yang memiliki kemauan belajar yang berbeda. Terkadang guru menghadapi siswa yang kehilangan perhatian dan minat untuk belajar. Menghadapi siswa yang demikian, guru harus bisa memotivasi agar dapat mendorong mereka untuk tetap berusaha semangat dalam belajar.
Cara Belajar
Keberhasilan studi murid dipengaruhi pula oleh dalam menempuh cara belajarnya. Ada cara belajar yang efisien dan ada pula yang tidak efisien. Seorang murid yang mempunyai cara belajar yang efisien memungkinkan untuk mencapai prestasi lebih tinggi dari pada murid yang mempunyai cara belajar tidak efektif. ( fungsi guru )
- Faktor Eksternal (dari luar diri siswa)
- Faktor Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.[24]
Oleh sebab itu, keluarga sebagai komunitas sosial pertama yang dialami anak (anak didik) sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam belajar. Termasuk faktor fisik dalam lingkungan keluarga adalah keadaan rumah dan ruangan tempat belajar, sarana dan prasarana belajar yang ada, suasana dalam rumah apakah tenang atau banyak kegaduhan, juga suasana lingkungan di dekitar rumah.[25]
Faktor Sekolah
Sekolah sebagai tempat formal berlangsungnya proses pendidikan yaitu proses pembelajaran, diharapkan mampu menghasilkan sumber daya yang berkualitas, agar mampu melanjutkan pembangunan bangsa. Menurut Morgan yang dikutip Ngalim Purwanto,[26] belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Tidak dimungkiri keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar anak didik. ( fungsi guru )
Kualitas guru, metode mengajar, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid perkelas, pelaksanaan tata tertib sekolah dan sebagainya. Keseluruhan itu turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak didik.
Sekolah yang kaya dengan aktivitas belajar memiliki sarana dan prasarana yang memadai, terkelolah dengan baik, diliputi oleh suasana akademis yang wajar akan sangat mendukung semangat belajar para peserta didik.
Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstrem yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut society, asal katanya socius yang berisi kawan. Adapun kata “masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu syirik yang artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan satu kesatuan.[27]
Masyarakat dapat diartikan sebagai satu bentuk tata kehidupan sosial dengan tata nilai dan tata budaya sendiri. Dalam arti ini, masyarakat adalah wadah dan wahana pendidikan; medan kehidupan manusia yang majemuk (plural: suku, agama, ekonomi, dan lain sebagainya). Manusia berada dalam multi kompleks antar hubungan dan antar aksi dalam masyarakat.
Dalam dunia pembelajaran (pendidikan) entitas dari masyarakat memawah pengaruh tersendiri, ada yang bersifat positif dan juga bersifat negatif. Yang dimaksud dengan pengaruh yang bersifat positif ialah segala sesuatu yang membawa pengaruh baik terhadap pendidikan dan perkembangan anak, semisal pengaruh-pengaruh yang menuju kepada hal-hal yang baik dan berguna bagi anak itu sendiri maupun bagi kehidupan bersama. Sedang pengaruh yang bersifat negatif ialah segala macam pengaruh yang menuju kepada hal-hal yang tidak baik dan merugikan. Baik, merugikan bagi pendidikan dan perkembangan anak maupun merugikan kepada kehidupan bersama.
Faktor Lingkungan Sosial ( fungsi guru )
Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan anak didik. Dan juga merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Dalam lingkunganlah anak didik belajar hidup dan berinteraksi dalam mata rantai kehidupan yang disebut ekosistem.
Keadaan lingkungan tempat tinggal sangat penting dalam mempengaruhi prestasi belajar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, iklim dan sebagainya. Keadaan lingkungan yang tidak mendukung (bising, polusi, iklim panas, dan sebagainya) jelas akan mempengaruhi kegairahan belajar anak didik. Sebaliknya, tempat belajar yang asri, sejuk dan menyenangkan akan mendorong proses belajar anak didik.
Sifat-sifat Guru
Guru adalah seorang pengajar/pendidik dan pembimbing. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.[28] Karenanya sudah selaiknya pendidik harus memiliki perangai terpuji dan menjauhi sifat buruk. Meminjam bahasa Muhibbin, yakni karakteristik kepribadian pendidik. Di antara karakteristik kepribadian tersebut, antara lain:[29]
Fleksibilitas kognitif guru ( fungsi guru )
Fleksibilitas kognitif (keluwesan tanah cipta) merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan yang simultan dan memadai di dalam situasi tertentu. Kebalikannya Frigiditas kognitif atau kekakuan ranah ciptanya ditandai dengan kekurang mampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi.
Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia juga memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan.
Ketika mengamati dan mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru yang fleksibel selalu berfikir kritis. Berfikir kritis adalah berpikir dengan penuh pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada penangabilan keputusan untuk mengingkari atau mempercayai sesuatu dan melakukan atau menghindari sesuatu.
Keterbukaan Psikologis
Hal lain yang menjadi faktor menentukan keberhasilan tugas guru adalah keterbukaan psikologs guru itu sendiri. Keterbukaan ini merupakan dasar kompetensi professional (kemampuan dan kewenangan melaksanakan tugas) keguruan yang dimiliki oleh setiap guru. ( fungsi guru )
Guru yang terbuka secara psikologi akan di tandai dengan kesediaanya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antar lain siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja atau mengajar. Ia mau menerima kritik dengan ikhlas. Disamping itu ia juga memiliki empati, yakni respon afektif terhadap pengalaman emosionalnya dan perasaan tertentu orang lain. Contohnya jika seorang muridnya di ketahui sedang mengalami kemalangan, maka ia turut bersedih dan menunjukan simpati serta berusaha memberi jalan keluar.
Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat posisinya sebagai panutan siswa. Keterbukaan psikologis merupakan prakondisi atau prasyarat penting yang perlu dimiliki guru untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Keterbukaan psikologis juga di perlukan untuk menciptakan suasana hubungan antar pribadi guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.
Sedangkan dalam aplikasi pembelajaran, terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki guru, antara lain:[30] berwibawa, jujur dan bertanggungjawab, adil dan bijaksana dalam memutuskan sesuatu, rajin, mudah bergaul dan tidak sombong, ikhlas dan cinta pada tugas, bisa mendisiplinkan diri, pemaaf sekaligus bersifat tegas, tidak lekas marah, mau mendengar pendapat orang lain (tidak fanatik), selalu ingin menyelaraskan pengetahuannya dan meningkatkan kecakapan profesinya dan perkembangan ilmu pengetahuan terakhir, loyalitas terhadap balas budi karena jasanya terhadap murid, cinta pada anak didik. ( fungsi guru )
Penutup
Demikian ulasan singkat seputar fungsi guru dalam pembelajaran, semoga bermanfaat.
*situs: www.rangkumanmakalah.com
[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 1120.
[2] J.S. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 1092.
[3] J. S. Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Prima, 1985), h. 79.
[4] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 52.
[5] Chalijah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan, (Surabaya: Al Ikhlas, 1994), h. 107.
[6] M. Sastrapradja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional, 1978), h. 12.
[7] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 57.
[8] E. Mulyasa dalam hal ini berpendapat, komponen proses pembelajaran antara diawali dengan terdapatnya ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan teknis-praktis sehingga memberikan dampak, baik perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap, lihat E. Mulayasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 93.
[9] Tabrani Rosyan, dkk., Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 3.
[10] Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h.1.
[11] M. Ibrahim, Perencanaan dan pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 24.
[12] Ibid. h. 25.
[13] Mahfudh Salahudin, Pengantar Psikologi Pendidikan (Surabaya : Bina Ilmu, 1990), h. 45.
[14] Ibid., 26.
[15] M. Ibrahim, Perencanaan dan pengajaran, h. 27.
[16] Mitchell, T. R. Research in Organizational Behavior. (Greenwich: JAI Press, 1997), h. 60-62.
[17] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 55.
[18] Syaiful Bahri Jamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 155.
[19] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 153.
[20] Santrock, John W., Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 134-144.
[21] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan pendekatan Baru, h. 134.
[22] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 124.
[23] Slamet, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, h. 58.
[24] R. A. Baron, dan Donn Byrne, Psikologi Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2003), h. 58.
[25] Nana Syaodih Sukmana, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 163.
[26] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), h. 84.
[27] M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung : Refika Aditama, 1998), h. 63.
[28] Lihat, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
[29] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, h. 226-228
[30] Team Didaktif-Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PMB, (Jakarta: Rajawali, 1989), h. 20-21.