Lompat ke konten
Home » √ Konsep Ilmu Pengetahuan dan Nilai, Kajian Lengkap!

√ Konsep Ilmu Pengetahuan dan Nilai, Kajian Lengkap!

Daftar Isi

Ilmu Pengetahuan dan Nilai

A. Ilmu Pengetahuan

Ilmu Pengetahuan dan Nilai – Ilmu pengetahuan berasal dari kata bahasa Inggris yakni science, yang berasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, mengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu pengetahuan mengalami perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik. Dalam bahasa Jerman dikenal wissenschaft.[1]

The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin di mengerti manusia.[2]

Sedangkan pengetahuan (knowledge) yang dapat dikenali (identify), dapat diterangkan (explain), dapat dilukiskan (describe), dapat diperkirakan (predict), dapat dianalisis (diagnosis), dan dapat diawasi (control) akan menjadi suatu ilmu (science) .[3]

Dari pendapat diatas, maka setiap ilmu sudah pasti pengetahuan, tetapi setiap pengetahuan belum tentu sebagai ilmu. Kemudian syarat yang paling penting untuk keberadaan suatu pengetahuan disebut ilmu adalah adanya objek. Pengetahuan yang bukan ilmu dapat saja berupa pengetahuan tentang seni dan moral.

Ada tiga kategori pengetahuan yang perlu kita kenal, yakni :[4]

  1. Pengetahuan inderawi (knowledge) yang meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh pancaindera. Batas pengetahuan ini adalah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh pancaindera. Ia merupakan tangga untuk melangkah ke ilmu.
  2. Pengetahuan keilmuan (science) yang meliputi semua fenomena yang dapat di teliti dengan riset atau eksperimen, sehingga apa yang ada di balik knowledge bisa terjangkau. Batas pengetahuan ini adalah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh rasio dan pancaindera.
  3. Pengetahuan falsafi yang mencakup segala fenomina yang tak dapat diteliti, tapi dapat dipikirkan. Batas pengetahuan ini adalah alam, bahkan bisa menembus apa yang ada di luar alam yakni Tuhan.

Kalau kita kaji lebih jauh dan mendalam, ternyata ada dua hal yang nampaknya sepele dan sering kita temui dalam kenyataan sehari-hari, yakni tentang penyebutan antara ilmu dan ilmu pengetahuan. Apakah sama ataukah terdapat perbedaan mendasar dari dua istilah di atas ?

Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary, tertulis dua istilah : knowledge dan science. Dari penjelasan Webster tersebut, dapat ditarik suatu pelajaran bahwa “knowledge” menjelaskan tentang adanya suatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari (regularly) melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi, dan sebagainya. Sedangkan “science”, di dalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistematik, metodik, ilmiah, dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis (natural).[5]

Oleh sebab itu, sudah seharusnya ada tuntunan untuk pemberian nama, apakah ilmu ataukah Ilmu Pengetahuan, walaupun kedua hal itu adalah sama pentingnya dalam hidup dan kehidupan manusia. Ilmu membentuk daya intelegensia yang melahirkan adanya skill yang bisa mengkonsumsi setiap masalah. Sedangkan pengetahuan membentuk daya moralitas keilmuan yang kemudian melahirkan tingkah laku dan perbuatan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang tercakup di dalam tujuan akhir kehidupan manusia.

Cara memperoleh ilmu pengetahuan

Setiap manusia yang berakal sehat pastinya punya keinginan untuk mengetahui sesuatu yang baru. Dari rasa ingin tahu tersebut pada akhirnya akan menghasilkan cara atau metode untuk mendapatkan kebenaran. Pengetahuan yang bisa menjawab segala masalah yang muncul dalam setiap keingintahuan dan keragua-raguan yang menyelimuti alam pikiran kita. Ilmu Pengetahuan dan Nilai

Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya menyebutkan tiga buah metode dalam mencari pengetahuan, yakni :[6]

Rasionalisme

Kaum rasionalis mulai dengan suatu pertanyaan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut anggapannya sudah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman.

Empirisme

Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, maka ia akan berkata “ tunjukkan hal itu ada”. Jadi, secara khusus kaum empiris mendasarkan teori pengetahuannya kepada pengalamannya yang ditangkap oleh panca indera kita.

Metode Keilmuan

Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah satu cara dalam memperoleh pengetahuan. Metode ini merupakan kombinasi antara rasionalisme dan empirisme. Dalam metode ini, para ilmuwan memulai dari kerangka dasar yakni, perumusan masalah, penyusunan atau klasifikasi data , perumusan hipotesis, penarikan deduksi dari hipotesis, tes dan pengujian kebenaran (verifikasi) dari hipotesa.

Sementara Andi Hakim Nasution dalam bukunya juga menjelaskan 4 metode dalam mencari pengetahuan walau dalam istilah yang berbeda namun sama secara substansial, yaitu metode kegigihan, metode kewibawaan (penerapan), metode a priori atau disebut juga metode intuisi (hipotesa), metode sains.[7]

Tampaknya seluruh langkah langkah-langkah di atas dapat dipakai untuk bidang apa saja, tetapi hanya terbatas mengenai pengalaman manusia (inderawi). Padahal kebenaran tidak hanya seputar bidang-bidang fisis kuantitatif saja, akan tetapi juga di bidang spirit kualitatif. Jadi metode ilmiah mempunyai keterbatasan, yaitu pada hal-hal yang bersifat empirik saja.

B. Ilmu Pengetahuan dan Nilai dalam Pendidikan

Pengertian Nilai

Ilmu Pengetahuan dan Nilai – Nilai adalah standar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu.[8] Menurut Scheler, nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung pada benda. Benda adalah sesuatu yang bernilai. Ketidaktertgantungan ini mencakup setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas a priori. Ketergantungan tidak hanya mengacu pada objek yang ada di dunia seperti lukisan, patung, tindakan, manusia, dan sebagainya, namun juga reaksi kita terhadap benda dan nilai.[9]

Dalam Encliclopedya of Philosophy dijelaskan, aksiologi Value and Valuation. Ada tiga bentuk value and Valuation, yakni:[10]

  1. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak, seperti baik, menarik, bagus dan mencakup tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
  2. Nilai sebagai kata benda konkret. Nilai disini merupakan sebuah nilai atau nilai-nilai yang sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
  3. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.

Jenis-jenis Nilai

Meskipun nilai-nilai tersebut kadang terlihat oleh kita sebagai sesuatu yang beragam sesuai dengan beragamnya perhatian kita, namun sesungguhnya itu dapat dikelompokkan dalam Tiga Nilai Besar, yang secara umum dijadikan manusia sebagai standar (norma) bagi perilaku mereka, yaitu :[11]

1) Nilai Kebenaran, dimana setiap orang dalam masyarakat manapun selalu mencari kebenaran dan menolak kepalsuan, kesalahan, dan kebohongan.

2) Nilai Kebaikan, dimana setiap manusia mencintai kebaikan. Jika nilai kebaikan itu tidak orang lain, maka pertama-tama untuk dirinya sendiri. Manusia juga membenci keburukan, baik untuk dirinya maupun untuk orang yang dicintainya.

3) Nilai Keindahan, bahwa setiap manusia dapat merasakan keindahan dan bahagia dengan keindahan itu. Manusia mempunyai sensasi terhadap keindahan saat mereka bertemu dengan sesuatu yang indah tersebut.

Jadi ketiga nilai tersebut ada dalam diri manusia seluruhnya, karena manusia bersatu dalam sebuah karakter, yaitu karakter kemanusiaan. Kemanusiaan mengisyaratkan adanya penggabungan antara akal dan sensasi secara bersama.

Sementara itu pembahasan tentang nilai atau aksiologi dalam filsafat juga dibagi ke dalam tiga cabang :[12]

  1. Logika, yang membahas tentang nilai kebenaran yang membantu kita untuk berkomitmen pada kebenaran dan menjauhi kesalahan, serta menerangkan bagaimana seharusnya berfikir secara benar itu.
  2. Etika, yang membahas nilai kebaikan dan berusaha membantu kita dalam mengarahkan perilaku yang seharusnya dilakukan dan membatasi makna kebaikan, keburukan, kewajiban, perasaan, serta tanggung jawab moral.
  3. Ilmu Estetika, yang membahas nilai keindahan dan berusaha membantu kita dalam meningkatkan rasa keindahan dengan membatasi tingkatan-tingkatan yang menjadi standar dan sesuatu yang indah.

Hierarki Nilai

Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan tingkatan/hierarki nilai:[13]

Kaum Idealis

mereka berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (nilai material).

Kaum Realis

Mereka menempatkan nilai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, hokum-hukum alam dan aturan berfikir logis.

Kaum Pragmatis

Menurut mereka, suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting, dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitif terhadap nilai-nilai yang meghargai masyarakat.

Karakteristik Nilai dalam Ilmu Pengetahuan dan Nilai

Ilmu Pengetahuan dan Nilai – Ada beberapa karakteristik nilai yang berkaitan teori nilai, yaitu:[14]

Nilai Objektif atau Subjektif

Nilai itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai; sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik.

Nilai Absolut atau Abadi

Suatu nilai dikatakan absolut atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta abadi sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas sosial. Di pihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relatif sesuai dengan keinginan atau harapan manusia.

Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Nilai

Ilmu pengetahuan berupaya mengungkapkan realitas sebagaimana adanya, sedangkan moral pada dasarnya adalah petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan manusia. Hasil –hasil kegiatan keilmuan memberikan alternatif untuk membuat keputusan politik dengan berkiblat pertimbangan moral.

Persoalannya disini adalah ilmu-ilmu yang berkembang dengan pesat apakah bebas nilai atau tidak ?. Bebas nilai disini sebagaimana dinyatakan oleh Josep Situmorang (1996) menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Paling tidak ada 3 faktor sebagai indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu :[15]

  1. Ilmu harus bebas dari berbagai pengandaian, yakni bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor politis, ideologi, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan lainnya.
  2. Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin.
  3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.

Tetapi pertanyaannya sekarang adalah apakah ilmu pengetahuan mempunyai

otonomi yang sedemikian mutlak lepas dari campur tangan pihak lain ? bagaimana jadinya kalau ilmu pengetahuan dikembangkan secara sedemikian otonom sehingga pada akhirnya tidak memperdulikan berbagai nilai di luar ilmu pengetahuan dan pada akhirnya malah merugiakan manusia ? dan apa sesungguhnya tujuan dari ilmu pengetahuan itu ?

Ilmu Pengetahuan dan Nilai – menjawab pertanyaan ini, terdapat dua macam kecenderungan dasar dalam melihat tujuan ilmu pengetahuan tersebut. Pertama, kecenderungan puritan-elitis yang beranggapan bahwa tujuan akhir dari ilmu pengetahuan adalah demi ilmu pengetahuan, yakni mencari dan menemukan penjelasan-penjelasan yang benar tentang segala sesuatu. Tetapi bagi kaum puritan-elitis, kebenaran ilmiah dari penjelasan ini hanya dipertahankan demi kebenaran murni begitu saja dan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia.

Maka ilmu pengetahuan bagi mereka dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuan. Kedua, kecenderungan pragmatis yang beranggapan bahwa ilmu pengetahuan dikembangkan demi mencari dan memperoleh penjelasan tentang berbagai persoalan dalam alam semesta ini. Ilmu pengetahuan memang bertujuan untuk menemukan kebenaran. Tetapi bagi mereka, ilmu pengetahuan tidak berhenti sampai di situ saja. Ilmu pengetahuan itu pada akhirnya berguna bagi manusia untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam hidupnya.[16]

Dari uraian diatas nampak jelas bahwa berbeda dengan kecenderungan puritan-elitis, bagi kecenderungan pragmatis, ilmu pengetahuan tidak bisa bebas nilai, ilmu pengetahuan terbebani dengan nilai. Ilmu pengetahuan mau tidak mau peduli atas nilai, ia peduli akan keselamatan manusia, akan harkat dan martabat manusia, dan ilmu pengetahuan tidak bisa menutup mata akan semua nilai.

Demikian ulasan singkat seputar Ilmu Pengetahuan dan Nilai yang dapat kita sampaikan, semoga bermanfaat.

situs: www.rangkumanmakalah.com

DAFTAR PUSTAKA

Frondizi, Risieri, Pengantar Filsafat Nilai, (Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 2001)

Hatta, Muhammad, Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: t.p. 1954)

Ismail, Farid Fuad, Cepat Menguasai Ilmu Filsafat, (Jogjakarta : IRCiSoD, 2003)

Keraf, A. Sony, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan ‘Sebuah Tinjauan Filosofis’, (Yogyakarta:Kanisius, 2001)

Nasution, Andi Hakim, Pengantar ke Filsafat Sains, (Jakarta : Litera AntarNusa, 2008)

Salam, Burhanuddin, Logika Materiil; Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997)

Syafie, Inu Kencana, Pengantar Filsafat, (Bandung : Refika Aditama, 2004)

Suriasumantri, Jujun S., Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta : Gramedia, 1978)

Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran : Landasan Islamisasi, (Bandung : Mizan, 1998)

Suparlan, Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2005)

Surajivo, Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009)

Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2007) Ilmu Pengetahuan dan Nilai


[1] Surajivo, Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), 56

[2] Ibid., 56

[3] Inu Kencana Syafie, , Pengantar Filsafat, (Bandung : Refika Aditama, 2004), 26

[4] Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran : Landasan Islamisasi, (Bandung : Mizan, 1998), 30

[5] Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2005), 64

[6] Jujun S. Suriasumantri, , Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta : Gramedia, 1978), 99. Lihat juga Suhartono, Fisafat Ilmu ……,76

[7] Andi Hakim Nasution, , Pengantar ke Filsafat Sains, (Jakarta : Litera AntarNusa, 2008), 48

[8] Farid Fuad Ismail, , Cepat Menguasai Ilmu Filsafat, (Jogjakarta : IRCiSoD, 2003), 197

[9] Risieri Frondizi, , Pengantar Filsafat Nilai, (Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 2001), 114

[10]Burhanuddin Salam, Logika Materiil; Filsafat lmu Pengetahuan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 168

[11] Farid Fuad Ismail, Cepat………., 198

[12] Farid Fuad Ismail, Cepat………., 50.

[13]Muhammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: t.p. 1954), 39-40.

[14]Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2007), 71-72

[15] Surajivo, Filsafat Ilmu &………….., 149 Ilmu Pengetahuan dan Nilai

[16] A. Sony Keraf & Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan ‘Sebuah Tinjauan Filosofis’, (Yogyakarta:Kanisius, 2001), 151


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *