Daftar Isi
A. Tahap – tahap Metode penelitian hadist
I. Melakukan Takhrij
Secara etimologi kata takhrij berasal dari kata kharraja yang berarti al-zuhur yang (tampak) al-istinbath (mengelurkan) al taujih (menerangkan) at-tadrib (meneliti) sedangkan menurut terminologi takhrij hadis adalah menunjukkan atau pencarian tempat hadis pada sumber-sumbernya yang asli dengan mengemukakan matn serta sanadnya secara lengkap untuk kemudian diteliti kualitas hadisnya.[4]
Metode Takhrij hadis ada dua macam : pertama Takhrijul hadis bil- lafz yakni berdasarkan lafal, yang kedua takhrijul hadis bil Maudu yakni berdasarkan topik.[5]
Metode Takhrijul Hadist bil Lafz dalam Penelitian
Kitab yang digunakan dalam melakukan takhrijul hadis bil lafdz yaitu kamus al-Mu’jam al-Mufahras li al-Hadis an-Nabawi Susunan Dr. A.J. Wensink .Contoh : lafal matn yang berbunyi من رأ منكم منكرا. Dengan lafal منكرا dapat ditelusuri melalui halaman kamus yang memuat lafal نكر Setelah ditemukan lalu dicari kata منكرا . Dibagian itu akan diberi petunjuk bahwa hadis yang dicari memiliki sumber yang banyak yakni :
- Sahih Muslim, kitab iman, nomor hadis 78,
- Sunan Abi Daud, kitab sholat bab 242 dan kitab Malahim
- Sunan at-Turmuzi, kitab Fitan, bab 11
- Sunan a-Nasa’i kitab Iman bab 17
Dari seluruh riwayat yang dikemukakan oleh keempat kitab tersebut dikutip secara lengkap untuk menghindari adanya riwayat yang tidak tercakup demikian juga dengan lafal lain yang terdapat dalam matn yang sama perlu dilakukan takhrij. mungkin bisa diketahui bahwa hadis tersebut terdapat dalam kitab yang lain.
Metode Takhrijul Hadist bil Maudu
Apabila Hadis yang akan diteliti tidak terikat pada bunyi lafal matn maka bisa diteliti berdasarkan tofik masalah misalnya topik masalah yang akan diteliti adalah hadis tentang kawin kontrak atau nikah mut’ah untuk menelusurinya diperlukan bantuan kamus yang dapat memberikan keterangan tentang berbagai riwayat hadis tentang topik tersebut. kamus yang disusun berdasarkan topik masalah adalah kitab Miftah Kunuz as-Sunnah yang disusun oleh Dr.A.J.Wensinck dan kawan-kawan dan kitab Muntakhab Kanzil Ummal yang disusun oleh Ali bin Hisam ad-Din al-Mutqi.
Contoh : Untuk topik yang berkenaan dengan nikah mut’ah kamus Miftah Kunuzis –Sunnah mengemukakan data hadis yang bersumber kepada kitab-kitab antara lain Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud dan lainnya pada masing-masing kitab dibubuhkan data tentang letak hadis yang bersangkutan.[6]
Melakukan Takhrij dengan menggunakan perangkat komputer melalui bantuan CD ROM dengan program Mausu>ah al-Hadi>s al-Syari>f al-Kutub al-Tisah. program ini memuat seluruh hadis yang terdapat dalam kitab al-Tisah. Program ini diproduksi tahun 1991 Ada delapan cara untuk menelusuri hadis-hadis yang terdapat dalam kutub al-Tisah yaitu :
- Dengan memilih lafadz yang terdapat dalam daftar lafadz yang sesuai dengan hadis yang dicari
- Dengan mengetik salah satu lafadz matn hadis
- Berdasarkan tema kandungan hadis
- Berdasarkan kitab dan bab sesuai yang ada dalam kitab aslinya
- Berdasarkan nomor urut hadis
- Berdasarkan pada periwayatnya
- Berdasarkan aspek tertentu dalam hadis
- Berdasarkan takhrij hadis hadis[7]
II. I’tibar
Setelah dilakukan takhrij maka seluruh sanad hadis dicatat dan dihimpun untuk kemudian dilakukan i’tibar.
Secara etimologi i’tibar adalah peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat di ketahui sesuatu yang sejenis.
Menurut istilah i’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, supaya dapat di ketahui ada tidaknya periwayat yang lain untuk sanad hadis di maksud tujuannya untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung (corraboration) periwayat yang berstatus mutabi’ (periwayat yang berstatus pendukung bukan dari sahabat nabi ) atau syahid (pendukung dari sahabat nabi)[8]
Contoh hadis
Hadis yang berbunyi من رأ منكم منكرا. Atau yang semakna dengannya menurut hasil takhrij di riwayatkan oleh :
- Muslim dalam Sahih Muslim, Juz 1 halaman 69
- Abu Daud dalam Sunan Abu Daud Juz 1 halaman 297 dan juz 4 halaman 123
- At-Turmuzi dalam Sunan at- Turmuzi juz 3 halaman 317-323 dll.
III. Meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya
Metode Penelitihan hadist – Prof. Dr. Syuhudi Ismail, MA. menjelaskan bahwa untuk meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya beberapa hal yang perlu diteliti adalah :
Kaidah kesahihan hadis sebagai acuan
Untuk menelitian hadist, diperlukan acuan. Acuan yang digunakan adalah kaidah kesahihan hadis bila ternyata hadis yang diteliti bukanlah hadis mutawatir. hadis sahih ialah hadis yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi) diriwayatkan oleh ( periwayat ) yang adil dan dabit sampai akhir sanad (didalam hadis itu ) tidak terdapat kejanggalan (syuzuz) dan cacat (Illat)
Segi-segi pribadi periwayat yang diteliti
Ulama hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus diteliti pada diri pribadi periwayat hadis untuk dapat diketahui apakah riwayat hadis yang dikemukakannya dapat diterima sebagai hujjah ataukah harus ditolak yaitu keadilan dan kedabitannya kriteria untuk sifat adil itu adalah (1)beragama islam (2) Mukallaf (3) Melaksanakan ketentuan agama (4) memelihara muru’ah dan kriteria untuk sifat dabit adalah (1) hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya (2) mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu kepada orang lain serta mampu memahami dengan baik hadis yang di hafalnya.
Sekitar jar Wat-Ta’dil
Jarh yang berarti tampak jelasnya sifat pribadi periwayat yang tidak adil atau buruk di bidang hafalannya dan kecermatannya yang keadaan itu menyebabkan gugurnya atau lemahnya riwayat yang di sampaikan oleh periwayat. Kritik terhadap para periwayat hadis yang telah di kemukakan oleh ulama ahli kritik hadis tidak hanya berkenaan dengan hal-hal yang terpuji tetapi juga yang tercela untuk menjadi pertimbangan dapat tidaknya di terima riwayat hadis yang di sampaikan.
Persambungan sanad yang diteliti
Sanad hadis selain memuat nama-nama periwayat, juga memuat lambang-lambang atau lafal-lafal yang memberi petunjuk tentang metode periwayatannya yang di gunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Lambang-lambang yang di gunakan dalam periwayatan hadis bentuknya bermacam-macam misalnya sami’tu, sami’na haddasana, haddasani dan anna sebagian dari lambang itu ada yang di sepakati penggunaannya dan ada yang tidak di sepakati. Lambang-lambang yang di sepakati misalnya sami’tu sami’na, haddasani nawalana dan nawalani. Kedua lambang yang di sebutkan pertama di sepakati penggunaannya dengan metode assama’ metode yang menurut jumhur ulama hadis memiliki tingkat akurasi yang tinggi dalam periwayatan hadis sedangkan dua lambang berikutnya masih di persoalkan tingkat akurasinya.[9] Dari lambang-lambang itu dapat di teliti tingkat akurasi metode periwayatannya yang di gunakan oleh periwayat.
Meneliti syuzuz dan Illah
Sanad yang yang mengandung syuzuz bila sanad yang diteliti lebih dari satu buah. salah satu langkah penelitian yang sangat penting untuk meneliti kemungkinan adanya syuzuz suatu sanad hadis adalah dengan membandingkan semua sanad yang ada untuk matn yang topik pembahasannya sama atau memiliki kesamaan.
Meneliti Illat yang dimaksudkan dalam salah satu unsur kesahihan hadis ialah illat yang untuk mengetahuinya diperlukan penelitian lebih cermat sebab hadis yang bersangkutan tampak sanadnya berkualitas sahih. Cara menelitinya antara lain dengan membandingkan semua sanad yang ada untuk matn yang isinya semakna.[10]
- Kitab-kitab yang diperlukan
- Kitab-kitab yang membahas biografi singkat para sahabat nabi yaitu
لاستىعا ب معرفة ألاصحا ب Susunan Ibn Abdil Barr (wafat 463
Kitab-kitab yang membahas biografi singkat para periwayat hadist yang disusun berdasarkan tingkatan para periwayat (tabaqatur ruwah) dilihat dari segi tertentu yaitu :
Susunan Ibn Sa’ad الطبقا ت االكبرى
- Kitab yang membahas periwayat hadis secara umum
االثا ر يخ ااكبر ى
- Kitab yang membahas para periwayat hadis untuk kitab kitab hadis tertentu
االهد يىة والارشا د فى معرفة اهل االتقة والسدا د
- Kitab-kitab yang membahas para periwayat hadis al-Kutubus-Sittah yaitu {:
الكما ل فى أسماء ا الرل\جال
B. Contoh Penelitian Hadist
Meneliti sanad hadis tentang mengatasi kemunkaran
Bunyi riwayat hadis berdasarkan sanad Ahmad dari Yazid tersebut sebagai berikut :
حَدَّ ثَنَا عَبْدُااللهِ حَدَّ ثَنِىْ أبِى ثَنَايَزيْدُ أَخْبَرَنِيْ شُعْبَةَ عَنْ قَيْ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَا رِ قِ بْنِ شِهَا بٍ قَالَ حَخَطَبَ مَرْ وَان قَبْلَ الصّلا ةِ فِيْ يَوْمِ العِيْدِ فَقَا مَ رَجُلُ فَقَا لَ :إنَّمَا كَاَ نَتِ الصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ فَقَا لَ تَرَكَ ذَا لِكَ يَا أبَا فُلاَنٍ فَقَا مَ أبُوْ سَعِيْدِ اْلخُدْرِيْ فَقَا لَ : أمّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَاعَلَيْهِ سَمِعْتُ رَ سُولُ الله ص .م يَقُوْلُ : مَنْ رَأ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِىْع فَبِلِسَا نِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَ ذَالِكَ أضْعَفُ اْلإيْمَانِ (اخرجه احمد)[11]
Urutan nama pada periwayatan hadis riwayat Ahmad diatas ialah Periwayat I : Abu Said al-Khudri, Periwayat II : Tariq bin Syihab Periwayat III : Qais bin Muslim, Periwayat IV : Syu’bah, Periwayat V : Yasid, Periwayat VI Abi lebih dikenal dengan Ahmad bin Hambal yakni ayah Abdullah bin Ahmad periwayat VII : Abdullah yakni Abdullah bin Ahmad bin Hanbal)
Contoh Metode penelitian hadist ini di mulai pada periwayat terakhir, yakni Ahmad bin Hambal lalu diikuti pada periwayat sebelum Ahmad dan seterusnya sampai periwayat pertama.
Ahmad Bin Hanbal
(a) Nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad asy-Syaibani Abu Abdillah al-Marwazi al-Bagdadi (164-241 H )
(b) Gurunya dalam periwayatan hadis antara lain : Sufyan bin Uyaynah, Yahya bin Saad al-Qattan, asy-Syafi’i dan Yazid bin Harun bin Wadi
(c) Pernyataan para kritikus Hadis tentang dirinya :
(1) Ibn Ma’in : Saya tidak melihat orang yang lebih baik pengetahuannnya dibidang hadis melebihi Ahmad
(2) Al-Qattan : Tidak ada orang yang datang kepadaku yang kebaikannya melebihi Ahmad, dia itu hiasan umat (karena pengetahuan hadis)
(3) Asy-Syafi’i : Saya keluar dari Bagdad dan di belakang saya tidak ada orang yang lebih paham tentang islam, lebih zuhud, dan lebih berilmu yang melebihi Ahmad.
(4) An-Nasa’i : Ahmad itu salah seorang ulama siqat ma’mun
(5) Ibn Hibban : Ahmad itu hafiz mutqin faqih.
(6) Ibn Sa’ad : Ahmad itu siqah sabt suduq[12]
Berdasarkan pernyataan para kritik hadis tentang diri Ahmad Bin Hambal tidak seorang kritikus pun yang mencela Ahmad bin Hanbal. Pujian yang diberikan orang kepadanya adalah pujan yang berperingkat tinggi. Dengan demikian pernyataan yang mengatakan bahwa dia telah menerima riwayat hadis diatas dari Yazid dengan metode as-Sama’ dapat dipercaya itu berarti bahwa sanad antara dia dan Yazid dalam keadaan bersambung.
Yazid
(a) Nam Lengkapnya Yazid bin Harun bin Wadi (wafat 206 H) berasal dari Bukhara
(b) Gurunya di bidang periwayatan hadis yaitu : Sulaiman at-Timi, Syu’bah dan Sufyan as-Sauri
(c) Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya antara lain
(1) Ahmad bin Hanbal : Dia itu penghafal Hadis
(2) Ibn Al-Madini : Dia salah seorang periwayat yang siqah saya belum melihat orang yang hafalannya (hadis) melebihi dia
(3) Ibn Ma’in : Dia itu Siqah
(4) Al-Ajali : Dia itu Siqah sabt di bidang hadis
(5) Ibn Abi Syaibah : Saya belum pernah melihat orang yang lebih kuat hafalannya melebihi Yazid.
(6) Abu Zur’ah : Kekuatan hafalannya lebih banyak dari pada kecepatannya dalam membaca.
(7) Abu Hatim : Yazid itu Siqah Imam Saduq dan jangan ditanya lagi apakah ada orang yang mampu menyamainya.[13]
(d) Tidak ada seorang pun dari kritikus hadis yang mencela pribadi Yazid. Pujian-pujian orang yang diberikan kepadanya dikemukakan oleh kritikus berperingkat tinggi dan tertinggi. Dengan demikian pernyataan Yazid yang mengatakan bahwa dia menerima riwayat Hadis diatas dari Syu’bah dengan lambang akhbarana dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti bahwa sanad antara Yazid dan Sy’bah dalam keadaan bersambung. Metode Penelitian Hadist
Syu’bah
(a) Nama lengkapnya : Syu’bah bin Hajjaj bin al-Warad al-Itki al-Azadi al-Wasiti al-Basri (82-160H)
(b) Guru Syu’bah di bidang periwayatan hadis banyak sekali yaitu : Tuglub Ibrahim bin Amir bin Mas’ud dan Qais bin Muslim
(c) Pernyataan kritik hadis tentang dirinya
(1) Ahmad bin Hanbal : Sekiranya Syu’bah tidak ada niscaya hadis-hadis hukum lenyap dan tidak ada orang yang lebih baik pengetahuannya di bidang hadis selain Syu’bah.
(2) Sufyan as-Sauri : Syu’bah itu amirul mu’min fil hadis
(3) Asy-Syafi’i : Sekiranya Syu’bah tidak ada niscaya hadis di Irak tidak di kenal orang
(4) Ibn Sa’aad Dia itu siqah ma’mun sabt hujjah
(5) Al-Ajali Dia itu sigah sabt tetapi agak sedikit ada kesalahan di bidang rijalul hadis.
(6) Ad-Daruqutni : Syu’bah banyak mengalami kesalahan di bidang rijalul hadis karena kesibukannya untuk lebih menghafal hadis. [14]
Hampir seluruh kritikus hadist memuji Syu’bah kekurangannya menurut al-Ajali dan ad-Daruqutni dibidang rijalul hadis dan bukan di matn hadis. Seandainya kesalahan yang dilakukan Syu’bah berkaitan dengan periwayat dan sanad hadis yang sedang diteliti ini apalagi Syu’bah dalam sanad itu menggunakan lambang an maka muttabinya perlu diteliti. Dalam hal ini terdapat dua muttabi’ yakni Sufyan dan Malik bila kedua muttabi’ atau salah satunya memenuhi syarat maka sanad antara Syu’bah dan Qais bin Muslim bersambung.
Qais bin Muslim
(a) Nama lengkapnya : Qais bin Muslim al-Jadali al-Udwani Abu Amr
(b) Gurunya dalam periwayatan hadis yaitu Qais bin Muslim antara lain Tariq bin Syihab. al-Hasan bin Muhammad bin Hanafiyah, dan Mujahid .
(c) Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya antara lain :
(1) Yahya : Dia berpaham murji’ah dia lebih sabt dari pada Abu Qais
(2) Ibn Main : Dia siqah
(3) Abu Hatim : Dia siqah
(4) Abu Daud ; Dia berpaham murji’ah
(5) An-Nasa’i : Dia siqah dan berpandangan murji’ah
(6) Syu’bah : Dia layyin
(7) Ibnu Hibban Dia siqah
(8) Ibn Saad : Dia siqah sabt
(9) Al-Ajali : Dia Siqah
(10) Ya’qub bin Sufyan : Dia siqah dan berpandangan murji’ah.[15]
Para kritikus hadist menilai Qais bin Muslim bersifat siqah kecuali Syu’bah yang menilainya sebagai layyin. Lafal Layyin adalah istilah untuk menyebut sifat periwayat yang tergolong al-Jarh yang peringkatnya berada paling dekat dengan peringkat at-Ta’dil yang terendah. Syu’bah tidak menjelaskan sebab-sebab yang melatar belakangi ke layyin –an Qais bin Muslim. Disegi yang lain Syu’bah sendiri telah dinyatakan oleh Ajali dan ad-Daruqutni, sebgaimana telah dikemukakan diatas sebagai ulama yang mengalami kesalahan dalam masalah ilmu rijal hadis. Karenanya, kritik syu’bah tidak mengurangi ke siqat an-Qais, Penelitian Hadist
Tariqh bin Syihab
(a) Nama lengkapnya Tariq bin Syuhab bin Abd Syams bin Hilal bin Salmah bin Auf bin Khusaim al-Bajailai al-Ahmasi Abu Abdillah al-Kufi (wafat 123 H )
(b) Guru dan murid dibidang periwayatan hadis : al-Khulafaur Rasyidin, Bilal, dan Abu Said al-Khudri.
(c) Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya, antara lain
(1) Yahya bin Main : Dia Siqah
(2) Al-Ajali : Dia Siqah.[16]
Abu Said al-Khudri
(a) Nama lengkapnya Sa’ad bin Malik bin Sanan bin Ubaid bin Sa’labah bin Ubaid bin al-Abjar khudrah bin Auf bin al-Harits bin al-Khasraj al-Ansari Abu Said al-Khudri (wafat 63 H/64)
(b) Gurunya di bidang periwayatan hadis : Abu Said al-Khudri banyak meriwayatkan hadis dari Nabi secara langsung. Dia juga menerima riwayat hadis Nabi dari al-Khulafaur Rasyidun, ayahnya saudaranya yang seibu yang bernama Qatadah bin Nu’man.
(c) Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya antara lain
(1) Para gurunya Hanzalah bin Abi Sufyan : Abu Said al-Khudri itu sebagian dari para sahabat Nabi yang namanya disebut-sebut oleh orang banyak karena kemampuannya di bidang pemahaman agama islam yang mendalam.
(2) Al-Khatib : Dia adalah salah seorang sahabat nabi yang utama dan hafal hadis.
Ayah Abu Said al-Khudri adalah salah seorang sahabat nabi yang gugur sebagai syahid di peperangan badr. Ketika itu Abu Sa’id masih setelah dewasa, Abu Said ikut aktif mengikuti berbagai peperangan pada zaman Nabi. Dia telah 12 kali peperangan.[17]
Meneliti Kemungkinan adanya syuzuz dan illah
Jika diperhatikan persambungan sanad Ahmad Pada point B berisi lima tingkat periwayat di luar para mukharrijnya. Perbedaan itu tidak dengan sendirinya menjadikan sanad Ahmad memiliki kekurangan. Sebab seluruh periwayat yang terdapat dalam sanad yang diteliti masing-masing dari mereka bersifat siqat bahkan sebagian dari para periwayatnya itu kesiqatannya berperingkat tinggi dan sanadnya dalam keadaan bersambung mulai dari mukharrijnya sampai kepada sumber utama berita, yakni Nabi Muhammad SAW. Kekuatan sanad Ahmad yang diteliti makin meningkat bila dikaitkan dengan pendukung berupa mutabi, sanad yang memiliki mutabi terletak pada sanad-sanad prtama kedua dan keempat. Dengan demikian hanya sanad-sanad terakhir, ketiga dan mukharrij saja yang tidak memiliki muttabi.
Mengambil Natijah (kesimpulan)
Penelitian Hadist – Setelah di lakukan penelitian dan metode periwayatannya langkah berikutnya dalam penelitian sanad hadis ialah mengemukakan kesimpulan. untuk hasil penelitian hadist ahad maka natijahnya berisi pernyataan bahwa hadis yang bersangkutan berkualitas sahih, hasan atau da’if sesuai dengan apa yang di teliti.
Selain penelitian sanad adalah penelitian matn. Bagi ulama hadis matn dan sanad hadis sama-sama mempunyai kedudukan penting karena kriteria kesahihan hadis tidak hanya ditentukan oleh kualitas sanadnya saja, tetapi juga ditentukan oleh kualitas matnnya.[18] Dalam sejarah periwayatan, hadis tidak di lakukan secara lafdz melainkan maknawi. Perbedaan periwayatan yang di lakukan oleh satu periwayat dengan periwayat lainnya memerlukan adanya penelitian matn. [19] Bagi ulama hadis dua bagian riwayat hadis itu sama-sama pentingnya, hanya saja penelitian matn barulah mempunyai arti apabila sanad bagi matn hadis yang bersangkutan telah jelas-jelas memenuhi syarat-syarat. Langkah-langkah penelitian matn adalah sebagai berikut :
Meneliti matn dengan melihat kualitas sanadnya
Menurut ulama hadis suatu hadis barulah dinyatakan berkualitas apabila sanad dan matn hadis sama-sama berkualitas sahih.
Meneliti susunan lafal yang semakna
Menurut ulama hadis perbedaan lafal yang tidak mengakibatkan perbedaan makna asalkan sanadnya sama-sama sahih maka hal itu tetap ditoleransi
Meneliti kandungan matn
Masalah yang sama perlu dilakukan takhrijul hadis bil- Maudu’. Apabila Untuk mengetahui ada atau tidaknya matn lain yang memiliki topik sanadnya memenuhi syarat, maka kegiatan muqaranah (perbandingan) matn-matn tersebut dilakukan.
Menyimpulkan hasil penelitian
Sebagaimana halnya penelitian sanad maka dalam menyimpulkan penelitian matn juga harus didasarkan pada argumen-argumen yang jelas. Apabila matnn yang diteliti ternyata sahih dan sanadnya juga sahih, maka dalam natijah disebutkan bahwa hadis yang diteliti berkualitas sahih demikian juga sebaliknya.[20]
Beberapa contoh dalam Metode penelitian hadist segi matn :
Meneliti matn hadis yang kandungannya tampak bertentangan dengan matn hadis yang lain.
Dalam hadis riwayat Muslim, ad-Darimi, dan Ahmad dinyatakan
عن أبى سعىيد الخد ر ي أن ر سو ل الله ص م : قا ل ولا تكتبوا عنى ومن
كتب عنى غير القران فليمحه (رواه مسلم والد ر مي و أحمد) [21]
Dari Abu Said al Khudri bahwa Rasulullah telah bersabda, Janganlah kamu tulis (apa yang berasal) dariku dan barang siapa yang telah menulis dariku selain al-Qur’an maka hendaklah dia menghapusnya.
Hadis di atas tampak bertentangan dengan hadis riwayat al-Bukhari Muslim, Abu Daud yang berbunyi :
عن ابي هر يرة عن ا لنبي ص م قا ل ا كتبوا لايى شا ه (رواه البخاري
ومسلم و ابوا داود)[22]
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW. beliau bersabda (kepada para sahabat) Tuliskanlah (khotbah saya tadi) untuk Abu Syah (yang telah minta untuk di tuliskan tersebut .
Kandungan matn hadis yang dikutip pertama tampak bertentangan (at-taarud) dengan kandungan matn-matn berikutnya.
Dalam upaya menyelesaikan kandungan matn hadis yang bertentangan ulama berbeda pendapat. Ibnu Hajar al-Asqalani menghimpun pendapat-pendapat itu menjadi lima macam yaitu :
- Pengkompromian (al-jam’u). Hadis yang mengandung larangan menulis hadis berstatus khusus untuk saat ayat al-Qur’an turun
- Pengkompromian (al-jamu) larangan penulisan hadis di pahami berstatus khusus yang mencampur adukkan al-Qur’an dan hadis.
- Penerapan an-Nasikh wal-mansukh, yaitu hadis yang berisi larangan menulis hadis merupakan kebijaksanaan nabi yang datangnya lebih dulu sedang kebijaksanaan Nabi mengizinkan menulis hadis datang kemudian.
- Pengkompromian (al-jamu) dalam hal ini larangan berstatus khusus bagi orang yang kuat hafalannya yang di khawatirkan dia lalu hanya menyandarkan pengetahuan hadisnya kepada catatan saja, sedang keizinan menulis hadis diberikan kepada yang tidak kuat hafalannya
- Menurut al-Bukhari, hadis yang mengandung larangan menulis riwayat Abu Sa’id al-Khudri berstatus mauquf (hadis yang disandarkan kepada sahabat dan tidak sampai kepada nabi). Pernyataan dalam matn hadis tersebut bukanlah sabda nabi melainkan pernyataan sahabat.[23]
Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut maka jelas bahwa matn-matn hadis yang tampak bertentangan telah dapat diselesaikan sehingga hadis tersebut berstatus sahih.
Demikian ulasan singkat seputar metode penelitian hadist lengkap, semoga bermanfaat.
situs: www.rangkumanmakalah.com
DAFTAR PUSTAKA
Bustamin, Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT. Raja Grafindo ,2004.
Ismail, M. Syuhudil. Metodologi Penelitian Hadist Nabi. Jakarta: PT. Bulan Bintang , 2007.
Ismail, M. Syuhudi. Kaidah Kesahihan Hadis. Jakarta: PT. Bulan Bintang,2005.
Idri,Studi Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2010.
Suryadi,Metodologi Penelitian Hadist. Yogyakarta: TH Press UIN Sunan Kalijaga, 2009.
Sahih Muslim bi Syarh an-Nawawi Juz IV, Mesir :al-Maqtabah al- al Misriyyah 1924,
Sahrani, Sohari. Ulu>mul Hadis. Bogor: Ghalia Indonesa, 2010.
Zuhri, Muhammad. Telaah Matan Hadis. Jakarta: LESFI 2003.
[1] M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis,(Jakarta: PT. Bulan Bintang 2005)5
[2]Idri,Studi Hadis,( Kencana Prenada Media Group 2010 ) 276
[3] M, Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadist Nabi, (Bulan Bitang, 2007), 11
[4] Suryadi, Metode Penelitian Hadist ,(Yogyakarta:TH-Press 2009) 34
[5] M.Syuhudi Ismail, Penelitian Hadist (Jakarta: PT. Bulan Bintang 2007) 44
[6] Ibid,.47
[7] Suryadi, Metode Penelitian Hadist (Yogyakarta: TH Press, 2009), 50
[8] Ibid.,67
[9] M.Syuhudi Ismail Kaidah Kesahihan Sanad Hadis (Jakarta: PT. Bulan Bintang ) 54-71
[10] M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadist (Jakarta : PT. Bulan Bintang 2007) .60
[11] , Sahih Muslim, bi Syarh an-Nawawi Juz 1 (Mesir :al-Maqtabah al- al Misriyyah 1924M),16
[12] M. Syuhudi Ismail Penelitian Hadist (Jakarta:Bulan Bintang,. 2007)94
[13] Ibid.,95
[14] Ibid.,96
[15] Ibid.,98
[16] Ibid.,100
[17] Ibid.,101
[18] M.Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang 2005)XV
[19] Suryadi, Penelitian Hadist ( Yogyakarta:TH Press 2009)137
[20] M. Syuhudi Ismail, Penelitian Hadist (Jakarta:Bulan Bintang 2007)
[21] Sahih Muslim bi Syarh an-Nawawi Juz IV, (Mesir :al-Maqtabah al- al Misriyyah 1924M), 2298-229
[22] ibid, 988-989
[23] M. Syuhudi, Penelitian (Jakarta:Bulan Bintang 2007)140