Lompat ke konten
Home » √ Rasionalisme dan Empirisme, Studi Komparasi Lengkap!

√ Rasionalisme dan Empirisme, Studi Komparasi Lengkap!

Daftar Isi

Rasionalisme dan Empirisme
Rasionalisme dan Empirisme

Rasionalisme

a. Pengertian

Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism[7]. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”[8]. Sementara itu, secara terminologis aliran ini dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan inderawi[9]. Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas diluar rasio[10].

Dalam faham ini menekankan pada dua masalah utama yaitu : masalah subtansi, dan masalah hubungan antara jiwa dan tubuh[11].

b. Tokoh-Tokoh Rasionalisme

1). Rene Descartes

Filsuf yang pertama adalah Rene Descartes (31 Maret 1596 – 11 Februari 1650)[12] adalah sorang filsuf Perancis, matematikawan, fisikawan dan penulis[13]. Dia dijuluki “Bapak Filsafat Modern” dengan konsep skeptisisme[14], karena ia berperan besar dalam membangun sistem pertama filsafat modern. Selain itu dia juga dinobatkan sebagai bapak geometri analitis karena sumbangannya yang penting terhadap ilmu aljabar dan karena penemuannya tentang sistem kordinat Cartesius[15]. Descartes adalah seorang tokoh besar pada abad ke-17 sebagai seorang filsuf rasionalisme yang menyangsikan segala sesuatu untuk menemukan sebuah kebenaran, dia bukan penganut skeptisme yang mneyangsikan segalanya, tetapi dia hanya sangsi pada sisi metodis saja[16], hal kemudian menginspirasi pemikiran Spinoza dan Leibniz.

2). Gottfried Wilhelm Liebniz

Tokoh selanujtnya Liebniz yang dilahirkan pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M[17]. Metafisikanya adalah ide tentang subtansi yang dikembangkan dalam konsep monad[18]. Metafisika Liebniz sama-sama memusatkan perhatian pada subtansi.

3). De Spinoza

Bagi De Spinoza (1632-1677) lahir di Amsterdam[19], menurut dia alam semesta ini, mekanisme dan keseluruhannya, bergantung kepada sebab. Dengan pembahsan yang sama de spinoza berpandangan tentang subtansi itu hanya satu,yaitu Allah, yang meliputi dunia dan manusia, maka kemudian tokoh ini disebut Panteisme ( Allah disamakan dengan segala sesuatu yang ada)[20].

Dalam perkembangannya rasionalisme diusung oleh banyak tokoh, masing-masingnya dengan ajaran-ajaran yang khas, namun tetap dalam satu koridor yang sama. Pada abad ke-17 terdapat beberapa tokoh kenamaan seperti Nicolas Malerbranhce(1638-1775), Christian Wolff (1679-1754)dan Blaise Pascal(1623-1662)[21]. Dalam pemikiran Pascal berbeda dengan Descartes terutama dalam penerimaan ilmu pasti sebagai sesuatu yang istimewa dalam filsafat, karena ada yang lebih penting dari pada akal (reason) yakni hati, akal hanya menghasilkan pengetahuan yang dingin, sedang hati memberikan pengetahuan dimana cinta juga mempunyai peranan[22].

c. Metode

Pokok pemikiran rasionalisme yang di awali oleh Descartes adalah bahwa akal merupakan satu-satunya jalan menuju pengetahuan[23]. Di dalam buku Discourse on Method, dia mencoba untuk sampai pada pokok dari suatu asas atau pemikiran dasar. Dalam bidang ilmiah tidak ada sesuatupun yang dianggap pasti, semuanya dapat dipersoalkan, satu-satunya pengecualian adalah ilmu pasti[24].

Bagi faham ini, yang di awali oleh Descartes membagi pikiran tentang materi menjadi dua;

1). Pikiran fitri/instinktif (innates ideas)

2). Pikiran lanjutan (penginderaan/maujud) yang mengekspresikan reaksi jiwa karena pengaruh luar, seperti warna, rasa,dan bau[25].

Rasionalisme tidak mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman hanya dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran (ide sederhana)[26] yang bukan sumber utama pengetahuan, karenanya aliran ini yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide-ide bawaan(innates ideas)[27], dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal saja[28].

Lebih lanjut metode Descartes dalam mencapai sebuah kebenaran mempunyai empat tahapan, yakni : Tidak menerima sesuatupun sebagai kebenaran, menjadikan sebuah masalah atau kesulitan menjadi bebrapa bagian, menyusun pikiran yang teratur dari yang sederhana, dan terahir membuat perhitungan yang sempurna dan pertimbangan yang meneyeluruh[29].

Gagasan manusia bagi Descartes dibagi menjadi tiga bagian : gagasan instinktif atau fitri, meliputi Tuhan, gerak keluasan, dan jiwa; gagasan samar, yakni gagasan yang datang dari indera luar, dan terahir gagasan yang berbeda-beda disebabkan maslah lain[30].

Kaum rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide (innates ideas) yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Ide tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia[31].

Selain Allah (sebagai ide fitri/bawaan) terdapat dua subtansi lain, yakni Jiwa dan materi yang hakekatnya adalah keluasan atau eksistensi[32]. Sementara subtansi menurut Liebniz ialah prinsip akal yang mencukupi yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakannya. Ia menyebut subtansi-subtansi itu monad. Setiap monad berbeda antara yang satu denga yang lain, dan Tuhan (sesuatu yang supermonad dan satu-satunya monad yang tida tercipta) adalah pencipta monad-monad itu. Manusia bagi Descartes adalah mahluk dualitas, yang terdiri dari dua subtansi ; jiwa dan tubuh[33]. Jiwa adalah pemikiran, sedangkan tubuh adalah keluasan, sehingga sebenarnya tubuh tidak lain adalah mesin yang dijalankan oleh jiwa.

Jadi pada dasarnya rabsionalisme memang bersifat majemuk dengan berbagai kerangka pemikiran yang dibangu secara deduktif disekitar obyek pemikiran tertentu[34].

Walaupun satu sisi rasionalisme membawa semangat kebebasan individu yang kemudian diharapkan munculnya kreativitas tetapi disisi lain dari sinilah munculnya paham sekularisme[35]. Paham ini kemudian banyak memberikan dampak terhadap kewacanaan dan penyelenggaran pendidikan yang disandingkan dengan agama dan kepercayaan umat manusia termasuk kaum muslim di Indonesia[36].

Kritik terhadap faham ini bayak dilontarkan oleh kaum empirik dan juga para filsuf muslim modern, di antaranya :

1). Analisa pengetahuan dengan menisbahkan kepada inderawi , yang berarti menghilangkan konsep ide bawaan( fitri/innates ideas) yang mereka buat

2). Metode filsofis yang memunculkan subjek dan objek bersamaan adalah sebuah kemustahilan[37]

3). Hasil ilmu yang deduktif sering bertentangan dengan realitas di lapangan[38].

Empirisme

a. Pengertian

Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani έμπειρία (empeiria) dan dari kata experietia[39], yang berarti “berpengalaman dalam”,“berkenalan dengan”, “terampil untuk”. Sementara menurut A.R. Lacey berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera[40]. Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai Empirisme[41],

Di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal, baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia saja[42]. Masalah yang dibicarakan adalah tentang subtansi. Dan karena berdasar pada pengelaman inderawi maka teori empirikal berdasarkan atas eksperimentasi realitas[43]. Pada kelanjutanya teori ini di anut pula oleh Marxisme tentang pengetahuan manusia sebagai cerminan realitas obyektif[44].

b. Tokoh-tokoh empirisme

1). Thomas Hobbes ( 1588-1679)

Tokoh ini dilahirkan sebelum waktunya ketika ibunya tercekam rasa takut oleh ancaman penyerbuan armada Spanyol ke Inggris[45]. Hobbes menolak filsafat skolastik dalam filsafat dan berusaha menerapkan konsep-konsep mekanik dari alam fisika kepada pemikiran tentang manusia dan kehidupan mental[46]. Karya dalam filsafat adalah Leviathan (1651) yang mengekspresikan hubungan antara alam, manusia, dan masyarakat.

2). John Locke

Filsuf empiris yang pertama dan terkenal adalah John Locke. John Locke (lahir 29 Agustus 1632 – meninggal 28 Oktober 1704 pada umur 72 tahun) adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme. Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal..

Salah satu pemikiran Locke yang paling berpengaruh di dalam sejarah filsafat adalah teori tabula ras (manusia lembaran kertas putih)[47] dan seluruh isinya berasal dari pengalaman[48].

3). David Hume

David Hume (26 April, 1711 – 25 Agustus, 1776) adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Dia dimasukan sebagai salah satu figur paling penting dalam filosofi barat dan Pencerahan Skotlandia. Walaupun kebanyakan ketertarikan karya Hume berpusat pada tulisan filosofi, sebagai sejarawanlah dia mendapat pengakuan dan penghormatan. Karyanya The History of England merupakan karya dasar dari sejarah Inggris untuk 60 atau 70 tahun sampai Karya Macaulay.

Tokoh empirisme lainya adalah : Francis bacon , George barkeley[49]. Francis Bacon lebih di kenal sebagai pelopor empirisme Inggris[50].

c. Metode

Filsafat ini juga dikenal dengan filsafat materialisme, yakni segala sesuau yang ada bersifat bendawi[51]. Maksudnya bendawi adalah segala sesuatu tidak bergantung kepada gagasan , segala kejadian adalah gerak yang berlangsung karena keharusan. Dari uraian inilah kemudian faham ini menyatakan bahwa subtansi adalah realita yang kemudian dengan disebut dengan teori aktualitas[52].

Manusia dalam aliran ini adalah tidak lebih dari suatu bagian alam bendawi yang mengelilinginya[53]. Dengan demikian manusia yang hidup adalah tidak lain dari gerak anggota tubuh, selama darah mengalir dan jantungnya bergerak yang disebabkan pengaruh mekanis dari hawa atmosfir.

Adapun pandangan mereka tentang jiwa tidak jauh beda dengan konsep materialnya, sehingga jiwa merupakan kompleks dari proses-proses mekanis di dalam tubuh[54]. Seluruh pengetahuan bersumber dari pengalaman manusia[55]. Posisi ini adalah posisi empirisme yang menolak pendapat kaum rasionalis yang mengatakan sumber pengetahuan manusia yang terutama berasal dari rasio atau pikiran manusia[56].

Bagi Locke, pengalaman itu ada dua; pengalaman lahiriah(sensation) dan pengalaman batiniah ( reflection), kedua pengalaman ini mengahasilkan ide tunggal ( simple ideas) dan dengan ini manusia dapat membantuk ide majemuk, dalam hal ini jiwa/ruh bersifat pasif [57].

Lain halnya pendapat Hume, bahwa subtansi itu tidak ada, sebab yang di alami ialah kesan-kesan saja tentang bebrapa ciri yang selalu terdapat bersama-sama[58]. Sehingga dalam faham ini pengetahuan di bagi menjadi tiga :

1). Pengetahuan intuitif, pengatahuan tanpa pembenaran yang lain

2). Pengetahuan reflektif, pengetahuan yang membutuhkan informasi lain

3). Pengetahuan empirikal, pengetahuan suatu obyek yang telah diketahui[59].

Meskipun demikian, rasio atau pikiran berperan juga di dalam proses manusia memperoleh pengetahuan. Dengan demikian, Locke berpendapat bahwa sebelum seorang manusia mengalami sesuatu, pikiran atau rasio manusia itu belum berfungsi atau masih kosong yang terkenal dengan teori Tabula rasa adalah teori bahwa pikiran (manusia) ketika lahir berupa “kertas kosong” tanpa aturan untuk memroses data, dan data yang ditambahkan serta aturan untuk memrosesnya dibentuk hanya oleh pengalaman alat inderanya. Pendapat ini merupakan inti dari empirisme Lockean[60].

Lebih lanjut, Locke menyatakan ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi yaitu segala aktivitas material yang berhubungan dengan panca indra manusia. Kemudian pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri dengan cara ‘mengingat’, ‘menghendaki’, ‘meyakini’, dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia inilah yang akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya[61].

Terdapat beberapa kritik atau kelemahan empirisme yaitu kenyataan bahwa kemampuan indera terbatas,terkadang indera menipu contohnya fatamorgana dan konsep berasal dari indera dan objek sekaligus. Dalam hal ini, indera (mata) tidak mampu melihat seekor kerbau secara keseluruhan[62].

C. DAMPAK RASIONALISME DAN EMPIRISME TERHADAP PENGETAHUAN

Rasionalisme dan empirisme adalah dua aliran dalam bidang filsafat yang berpengaruh dalam perkembangan filsafat abad ke-17. Rasionalisme adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis Sdangkan empirisme merupakan filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah berdasarkan pada bukti, realitas yang dapat di indera tidak kasat mata. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul.

Dampak epistemologis dari kecendrungan-kecendrungan tersebut diatas dapat disimpulkan:

1.Terjadinya pemisahan antara bidang sangkral dan bidang duniawi, misalnya pemisahan antara agama dan negara, agama dan politik, atau pemisahan materi dan ruh yang terwujud dalam seorang ahli fisika atau ekonomi tidak akan berbicara agama dalam karya ilmiah mereka, sementara fisika dan ekonomi direduksi menjadi angka-angka, materi dan ruh tampak tidak kompatebel di mata mereka

2. Kecendrungan kearah reduksionisme, materi dan benda direduksi kepada element-elemennya.

3. Pemisahan antara subyektivitas dan obyektifitas, misalnya dalam ilmu sosial hal yang merupakan buku obyektif adalalah keniscayaan yang mengarah kepada relitas pasti, (pengaruh positivisme pengetahuan yang berujung pada statusquo hinggga dominasi kebenaran).

4. Antroposentrisme, ini tampak dalam dalam konsep demokrasi dan individualisme (ini merupakan pengaruh dari rasionalisme Rendescartes dengan jargon individu bebas atau subyek manusia akan menjadi sentral peradaban dunia).

5. Progresivisme, progresivisme diwakili oleh Marx, tetapi juga diyakini secara luas seperti pada kemajuan ilmu pengetahuan dan obat-obatan

Demikian ulasan singkat seputar Rasionalisme dan Empirisme, semoga bermanfaat.

situs: www.rangkumanmakalah.com

DAFTAR PUSTAKA

Ash Sadr, Baqir. falsafatuna ; Pandangan Mbaqir ash sadr tentang Pelbagai aliran filsafat Dunia.(terj. Nur Mufid), Bandung : Mizan, 1999.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Gie, The Lian, Pengantar Filsafat Ilmu ,Yogyakarta: Liberty, 2004.

Kattsoff, Louis O. Element of Philosophy atau Pengantar Filsafat, (terj. Soejono Soemargono), Yogyakarta, Tiara Wacana, 2004.

Praja, Juhaya S. Aliran-aliran Filsafat & etika, Jakarta : Prenada Media; 2003.

Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1998.

——————————, (penyunting), Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu, Jakarta, Yayasan obor Indonesia, 2003.

Tim Kanisius, Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Kanisius, 1996.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu; Mengurai Ontologi, epistimologi, dan aksiologi Pengetahuan, Bandung : Rosda Karya, 2006.


[1] Dalam perspektif filsafat pengetahuan terbagai menajdi empat, pertaama pengetahuan biasa, pengetahuan ilmu, pengetahuan filsafat, dan pengeatahuan agama.

[2] Yakni abad Yunani kuno, abad pertengahan, dan abad modern

[3] Juhaya S.Praja, Aliran-aliran Filsafat & etika, ( Jakarta : Prenada Media; 2003), h. 91-92.

[4] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer,( Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1998), h. 119-125.

[5] Aliran dalam filsafat selain rasionalisme dan empirisme; adalah idealisme kelompok ini berpandangan realitas yang fundamental adalah ide, sedangkan realitas yang tampak oleh indera manusia adalah bayangan dari ide tersebut;humanisme kelompok ini mengutamakan kemerdekaan berpikir, mengemukakan pendapat, dan berbagai aktivitas yang kreatif;kritisme Aliran kritisme ini menjembatani pandangan rasionalisme dan empirisme. Tokohnya adalah Emmanuel Kant;terahir konstruktivisme yang mengemukakan bahwa pengetahuan seseorang itu merupakan hasil kontruksi individu, melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungannya.

[6] Praja, Aliran………………, h. i

[7] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 929.

[8] Ibid, h.929.

[9] Ibid, h. 30.

[10] Praja, Aliran…………………, h.91.

[11] Ibid, h. 91

[12] Praja, Aliran…………………, h.92.

[13] Tim Kanisius, Pengantar Filsafat, ( Yogyakarta : Kanisius, 1996), h. 110.

[14] Dua hal yang mendasari Descartes untuk skeptis adalah: kesalahan pandangan manusia karena gagasan yang berlawanan; dan persepsi inderawi yang sering menipu, sehingga hal tersebut tidak boleh diperhitnugkan, lihat Baqir Ash sadr, falsafatuna (terj. Nur Mufid), (Bandung : Mizan, 1999), h. 67

[15] Ibid, h. 94

[16] Kanisius, Pengantar…., 112.

[17] Ibid, h. 103

[18] Dalam pandangan Leibniz subtansi itu jumlahnya tiada terhingga yang kemudian disebut dengan monad

[19] Praja, Aliran……,h. 103.

[20] Ibid, ih. 102

[21] Ibid.,h. 102-103.

[22] Ibid, h. 104

[23] Ibid, h. 95

[24] Praja, Aliran……, h. 94

[25] Baqir Ash sadr, falsafatuna (terj. Nur Mufid), (Bandung : Mizan, 1999), h. 69

[26] Ash Sadr, Falsafatuna…., h. 29

[27] Yakni : pemikiran;Allah sebagai wujud yang sama sekali sempurna yang menyempurnakan pemikiran, karenya pemikiran sebagai akibat tidak bisa mengungguli sebab (ALLAH); terahir adalah ide keluasan atau eksistensi Rasionalisme dan Empirisme

[28] Louis O. Kattsoff, Element of Philosophy atau Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono, (Yogyakarta, Tiara Wacana, 2004), .135.

[29] Praja, Aliran.., h. 96.

[30] Ash sadr, falsafatuna ………., h. 69

[31] Jujun S. Suriasumantri (penyunting), Ilmu dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu,( Jakarta, Yayasan obor Indonesia, 2003), h. 99.

[32] Praja, Aliran.., h. 99

[33] Ibid.

[34] Suriasumantri, filsafat ilmu…, h. 112

[35] Sekularisme: sebuah pemikiran yang dimulai dari kritik kebebasan terhadap otoritarianisme gereja (simbol agama) di Eropa tetapi kemudian berlanjut dengan pemisahan dan distorsi hingga menjadi bineroposisi misalkan agama dan non agama, rasional dan tidak rasional dan seterusnya Rasionalisme dan Empirisme

[36] Dalam bentuk yang paling konkrit sebagai representasi kesadaran yang Eropasentris yang dapat kita lihat misalkan adanya Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan Nasional dalam sistem pendidikan bangsa ini.

[37] Ash Sadr,falsafatuna…, h.70

[38] Suriasumantri, Filsafat….,h. 112

[39] Praja,Aliran…., h. 105.

[40] Ibid.

[41] Dasar pemikiran aliran ini bahwa pengamatan inderawi terjadi karena gerak benda-benda diluar kita yang menyebabkab gerak didalam indera kita, yang diterusklan ke jantung, di dalam jantung timbulah reaksi, yakni suatu gerak yang sebaliknya yang kemudian tercipta pengetahun. Adapaun warna, suara dan rasa bukan berada dalam gambaran tentaag sebab penginderaan, tapi meruapakan asosiasi gambaran-gamabaran murni yang bersifat mekanis Rasionalisme dan Empirisme.

[42] Ibid.

[43] Ash Sadr, Falsafatuna…., h. 33.

[44] Ibid, h. 32

[45] Praja, Aliran….., h. 105.

[46] Ibid.h. 106.

[47] Dalam konsep ini, John Locke berpandangan sama dengan Islam

[48] Ibid, h. 110

[49] Praja, Aliran…., 109-111.

[50] Kanisius, Pengantar…., h. 114.

[51] Praja, Aliran….,, h. 107.

[52] Ibid,h. 107.

[53] Ibid, h. 109.

[54] Ibid, h. 108.

[55] Pengalaman yang dimaksud disini adalah keseluruhan atau totalitas pengamatan yang disimpan di dalam ingatan atau digabungkan dengan suatau pengaharapan akan masa depan, sesuai dengan apa yanga telah di amati pada masa lalu, lihat, Praja, Aliran…, h. 109

[56] Ibid, 109.

[57] Ibid, h.110

[58] Ibid, h. 112.

[59] Ash Sadr, Falsafatuna….., h. 71.

[60] Kanisius, Pengantar…, h.133

[61] Praja, Aliran…., h. 133

[62] Baca Ash Sadr, Falsaftuna….h. 71


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *