Lompat ke konten
Home » √ Teori Gestalt Dalam Pembelajaran, Lengkap dengan Contohnya!

√ Teori Gestalt Dalam Pembelajaran, Lengkap dengan Contohnya!

Daftar Isi

Teori Gestalt Dalam Pembelajaran
Teori Gestalt Dalam Pembelajaran

Teori Gestalt Dalam Pembelajaran – Gestalt dalam bahasa Jerman, “whole configuration[1] yang kira-kira mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”.[2] Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Dan keseluruhan lebih berarti dari bagian-bagian.

Suatu obyek atau peristiwa dalam pandangan gestalt mempunyai organisasi (tata susunan) yang terdiri dari bentuk (figure) dan latar (ground). Figure di sini dimaksudkan sebagai suatu obyek yang menjadi pusat pengamatan. Sedangkan ground berarti sesuatu yang melatar belakangi suatu bentuk sehingga bentuk itu nampak sebagai sesuatu yang bermakna. Suatu obyek akan bermakna dalam pandangan gestalt apabila dilihat secara keseluruhan. Misalnya. sebuah rumah bukanlah atapnya atau gedung dan jumlah kamarnya saja, tapi keseluruhan yang bermakna dari komponen-komponen tersebut. Jadi, suatu komponen-kompenen diatas dikatakan bermakna -katakanlah dalam contoh diatas akan disebut rumah- apabila antara komponen tersebut saling dikaitkan secara keseluruhan.

Teori Gestalt

Teori ini dipelopori oleh seorang berkebangsaan Jerman yang bernama Max Wertheimer kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh berikutnya seperti, Kurt Koffka, Wolfgang Köhler dan juga Kurt Lewin.[3] Max Wertheimer (1880-1943) sebagai perintisnya memulai ksperimennya tentang pengamatan atau persepsi dan problem solving.[4] Kurt Koffka, (1886-1941) memperkuatnya dengan merumuskan hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Köhler (1887-1959) meneliti tentang insight pada simpanse.[5] Mereka berkesimpulan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.[6]

1. Eksperimen Wertheimer

Eksperimen Wertheimer yang terkenal adalah tentang pengamatan visual.[7] Percobaanya dilakukan dengan memproyeksikan cahaya kepada layar dalam bentuk titik-titik cahaya yang dilakukan secara berurutan dihadapan sejumlah pengamat. Para pengamat mengatakan bahwa mereka tidak melihat proyeksi titik cahaya pada layar, melainkan mereka melihat suatu garis cahaya yang bergerak dalam layar. Percobaan ini menyimpulkan adanya keseluruhan bentuk (gestalt) dalam pengamatan visual (dalam hal ini pengamatan cahaya).

2. Eksperimen Kohler

Sedangkan Kohler melakukan eksperimennya dengan menggunakan simpanse sebagai subyeknya yang ditempatkan dalam suatu kandang. Dalam salah satu sudut kandang itu Kohler menggantungkan pisang tetapi tidak dapat dijangkau oleh simpanse itu. Di sudut lain terdapat beberapa buah peti yang kalau ditumpuk dapat dijadikan sebuah tangga untuk meraih pisang. Ketika simpanse melihat pisang dan ingin mengambilnya, simpanse itu kemudian melihat peti, dan ia mengambil peti-peti itu kemudian ditumpuk, dan dari atas peti itu ia mengambil pisang yang kemudian ia memakannya. Eksperimen ini menyimpulkan adanya suatu tilikan atau tinjauan (insight) terhadap unsur-unsur yang terkait dalam pemecahan suatu masalah. Jadi, unsur suatu obyek atau peristiwa akan memberi makna apabila individu mampu untuk melihat hubungan atau keterkaitan antar suatu unsur dengan unsur lainnya dalam suatu keseluruhan.

Sedangkan apabila dikaitkan dengan pembelajaran. Teori gestalt berpandangan bahwa pembelajaran merupakan suatu fenomena kognitif yang melibatkan persepsi terhadap suatu benda, orang, peristiwa dalam cara yang berbeda-beda.[8] Oleh karena itu, siswa dalam pandangan teori gestalt diharapkan mampu untuk menangkap makna hubungan antar yang satu dengan yang lainnya. Pemahaman makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau insight.[9] Menurut pemahaman gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, terutama antara hubungan antara bagian dan keseluruhan. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga.[10]

Prinsip-Prinsip Teori Gestalt

Menurut Koffka dan Kohler, sebagaimana ditulis oleh Muhammad Surya.[11] Ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :

  1. Prinsip hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
  2. Prinsip kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
  3. Objetive set : organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.
  4. Prinsip kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
  5. Prinsip arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagai suatu figure atau bentuk tertentu.
  6. Prinsip kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
  7. Prinsip ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Prinsip-prinsip diatas merupakan prinsip yang menjadi landasan dalam pembentukan teori gestalt yang mengangap bahwa perlunya melihat sesuatu secara komprehensif dan menyeluruh untuk mendapatkan pemahaman yang baik.

Selain prinsip-prinsip di atas, ada juga yang memasukkan hukum pragnaz dalam kategori prinsip-prinsip teori gestalt ini.[12] Namun didalam makalah ini pragnaz akan dimasukkan dalam kategori sebagai hukum gestalt.

Hukum Teori Gestalt

Dalam hukum-hukum belajar gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu hukum Pragnaz. Hukum ini menyatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung untuk bergerak ke arah yang penuh arti (pragnaz).[13] Menurut hukum ini jika sesorang mengamati sebuah objek, maka orang akan cenderung memberikan arti terhadap objek yang diamatinya, dengan memberikan kesan yang mengandung makna. Kesan yang diberikan terhadap objek didasarkan atas identitas yang melekat pada objek tersebut seperti, warna, bentuk, ukuran dan lain sebagaianya.

Dengan demikian, maka setiap hal yang dihadapi oleh individu, mempunyai sifat dinamis, yaitu cenderung untuk menuju keadaan pragnaz itu, keadaan seimbang. Keadaan yang problematis adalah keadaan yang tidak pragnaz, tidak teratur, tidak sederhana, tidak stabil, tidak simetri, dan sebagainya dan pemecahan problem itu ialah mengadakan perubahan kedalam struktur medan atau hal itu dengan memasukkan hal-hal yang dapat membawa hal problematis ke sifat pragnaz.

Selain dari hukum tersebut menurut aliran teori belajar gestalt ini bahwa seseorang dikatakan belajar jika mendapatkan insight. Insight ini diperoleh kalau seseorang melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur dalam situasi tertentu. Dengan adanya insight maka didapatlah pemecahan problem, dimengertinya persoalan; inilah inti belajar.

Jadi yang penting bukanlah mengulang-ulang hal yang harus dipelajari, tetapi mengertinya, mendapatkan insight. Adapun timbulnya insight itu tergantung pada: pertama, kesanggupan, maksudnya kesanggupan atau kemampuan intelegensi individu. Kedua, Pengalaman, karena belajar, berarti akan mendapatkan pengalaman dan pengalaman itu mempermudah munculnya insight. Ketiga, taraf kompleksitas dari suatu situasi. Dimana semakin kompleks situasinya semakin sulit masalah yang dihadapi. Keempat, latihan. Dengan banyaknya latihan akan dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight, dalam situasi-situasi yang bersamaan yang telah dilatih. Kelima, Trial and error, Sering seseorang itu tidak dapat memecahkan suatu masalah. Baru setelah mengadakan percobaan-percobaan, sesorang itu dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga akhirnya menemukan insight. Jadi, menurut gestaltis, problem menjadi stimulus sampai problem itu didapatkan pemecahannya.[14]

Aplikasi Teori Gestalt Dalam Proses Pembelajaran

Akhmad Sudrajat[15] sebagaimana juga ditulis oleh Muhammad Surya[16] menguraikan beberapa aplikasi teori gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

  1. Pengalaman tilikan (insight);

Setelah berhasil dengan eksperimennya Kohler menyatakan bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

  1. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning);

Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

  1. Perilaku bertujuan (purposive behavior);

Edward Tolman salah satu tokoh yang mengembangkan teori gestalt mengatakan bahwa pada hakikatnya perilaku itu terarah pada suatu tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

  1. Prinsip ruang hidup (life space);

Konsep ini di kembangkan oleh kurt lewwin dalam teori medan (field theory) yang menyatakan bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

  1. Transfer dalam pembelajaran

Maksud dari transfer dalam pembelajaran adalah pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

Hubungan Teori Gestalt Dengan Kurikulum

Teori Gestalt atau Field Theory mempunyai tujuan yang jelas dan luas. Yakni bukan hanya memberikan pengetahuan tapi, juga proses menghadapi dan memecahkan masalah, pengembangan pribadi, dalam menentukan bahan pelajaran dipertimbangkan minat dan perkembangan anak, lingkungan masyarakat anak dan bahan dari berbagai mata pelajaran. Kurikulum meliputi perkembangan sosial, emosional, dan intelektual.

Organisasi bahan pelajaran dan metode mengajar diutamakan hubungan dan interaksi serta pemahaman. Fakta-fakta atau informasi spesifik diperlukan untuk memperoleh pemahaman itu. Teori Gestalt ini memandang belajar sebagai proses yang memerlukan aktifitas anak. Karena itu digunakan metode problem solving dan inquiry approach. Anak sendiri harus menemukan jawaban masalah, dengan bimbingan serta bantuan guru sejauh diperlukan.

Jadi teori gestalt ini sangat berhubungan sekali dengan kurikulum. karena sesuai dengan apa yang dinyataan oleh Nana Sujana di dalam bukunya yang berjudul “ Teori-Teori Belajar Dalam Pembelajaran “ Bahwa metode yang ada dalam kurikulum ini merupakan sarana yang bertujuan untuk menjelaskan bagaimana cara membantu siswa dalam mencapai tujuan pendidikan yang berdasarkan kaidah-kaidah dalam teori belajar.[17]

Belajar bagi penganut Gestalian ( Brunner dan Holt) adalah memuaskan secara personal dan tidak perlu didorong-dorong oleh penguatan eksternal. Kelas yang berorientasi Gestal akan dicirikan dengan hubungan memberi-dan –menerima antara murid dengan guru. Guru akan membantu sisiwa memandang hubungan dan mengoerganisasikan pengalaman mereka kedalam pola yang bermakna.

Belajar dalam Gestalt dimulai dari sesuatu yang familiar dan setiap langkah dalam pendidikan di dasarkan pada hal-hal yang sudah dikuasai. Guru yang berorientasi Gestalt akan banyak menggunakan metode ceramah untuk menjaga interaksi antara guru dan murid, memorisasi fakta tanpa pemahaman akan dihindari. Ketika mereka faham prinsip dibalik pengalaman belajar, maka tidak hanya akan diingat, tapi diaplikasikan kedalam situasi yang baru dan mempertahankannya.

Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak dapat dididik, dapat dipengaruhi prilakunya. Yang terpenting ialah : bagaimanakah anak itu belajar? Kalau kita tahu betul, bagaimana proses belajar itu berlangsung, dalam keadaan yang bagaimana belajar itu memberi hasil yang sebaik-baiknya, maka kurikulum dapat direncanakan dandilaksanakan dengan cara yang seefektifmungkin.

Demikia ulasan singkat seputar Teori Gestalt dalam pembelajaran yang dapat kita smapaikan. semoga bermanfaat.

Baca juga: Teori Belajar Edward C. Tolman.

FOTE NOTE

[1]Yatim, Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009), 10

[2] Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran………, 31

[3] Nana Sudjana, Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia, 1991), 19.

[4] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan (Jakarta: Rieneka Cipta, 2003), 128.

[5] Ibid.,130

[6] Nana Sudjana, Teori-Teori Belajar………,128

[7] Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran………,30

[8] Ibid., 35.

[9] Riyanto Yatim, Paradigma Baru ………..,10.

[10] Ibid.,40

[11] Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran………,32-33.

[12] Lihat dalam Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran (Jogyakarta: Arruz-Media, 2010), 93.

[13] Ibid.,

[14] Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Arr-Ruzz Media, 2006), 66

[15] http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/04/05/teori-teori-belajar

[16] Muhammad Surya, Psikologi Pembelajaran………,35-37

[17] Nana Sujana, Teori-Teori Belajar Untuk Pembelajaran, (Jakarta : Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi, 1991)

Pencarian Lainnya:

contoh teori gestalt, teori gestalt dalam pembelajaran, teori gestalt dalam desain, contoh teori gestalt dalam kehidupan sehari-hari, teori gestalt dalam persepsi, prinsip teori gestalt, teori gestalt pdf, makalah teori gestalt


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *