Lompat ke konten
Home » √ Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Lain

√ Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Lain

Daftar Isi

hubungan psikologi
hubungan psikologi

A. Hubungan Psikologi dengan Filsafat

Pada awalnya ilmu psikologi adalah bagian dari ilmu filsafat, tetapi kemudian memisahkan diri dan berdiri sendiri sebagai ilmu yang mandiri. Meskipun psikologi memisahkan diri dari filsafat, namun psikologi masih tetap mempunyai hubungan dengan filsafat, karena kedua ilmu ini memiliki ilmu obyek yang sama yaitu manusia sebagai makhluk hidup. Namun berbeda dalam pengkajiannya.

Dalam ilmu psikologi, yang dipelajari dari manusia adalah mengenai jiwa/mental, tetapi tidak dipelajari secara langsung karena bersifat abstrak dan membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut, yakni berupa tingkah laku dan proses kegiatannya. Sedangkan dalam ilmu filsafat yang dibicarakan adalah mengenai hakikat dan kodrat manusia serta tujuan hidup manusia. Sehingga ilmu psikologi dan filsafat terdapat suatu hubungan yang timbal balik dan saling melengkapi antara keduanya

Dapat dikemukakan bahwa ilmu-ilmu yang telah memisahkan diri dari filsafat itupun tetap masih ada hubungan dengan filsafat, terutama mengenai hal hal yang menyangkut sifat hakikat serta tujuan dari ilmu pengetahuan itu (Abu Ahmadi, 2003:28-29).

Tentu saja tidak dapat melepaskan diri dari Filsafat sebagai ilmu induknya. Pertanyaan-pertanyaan hakiki (mendasar) “apa dan siapakah manusia itu?” bisa saja diupayakan jawabannya melalui pengamatan, bahkan eksperimen-eksperimen objektif tentang perilaku. Akan tetapi, jawaban tuntasnya tetap harus dicari dalam filsafat (Sarlito Wirawan Sarwono, 2012:11).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi dengan filsafat mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat. Psikologi yang membahas tentang jiwa/mental akan sangat terbantu dengan filsafat dalam hal mencari jawaban dari penyelidikan-penyelidikannya.

Sebaliknya, filsafat akan sangat terbantu dengan psikologi dalam hal penyelidikan-penyelidikannya juga. Dalam hal ini, filsafat memerlukan data dari psikologi untuk membantu menyelediki manusia, apakah manusia itu, dan gejala tindakan manusia.

B. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Alam

Psikologi pada mulanya terpengaruh ilmu alam, namun kini, psikologi menyadari bahwa objek penelitiannya adalah manusia dan tingkah lakunya yang hidup dan selalu berkembang, sedangkan ilmu alam objeknya adalah benda mati. Oleh sebab itu, kini psikologi menggunakan metode “fenomenologi” dengan titik berat gejala kejiwaan. Sebab, psikologi dan ilmu alam berbeda. Ilmu alam meneliti secara “murni” ilmiah menggunakan hukum-hukum alam dan gejala-gejala yang dapat diamati dengan cermat sehingga dapat diperhitungkan, sedangkan psikologi tidak, psikologi manusia bukan ”objek” murni, manusia dipelajari sebagai “subyek” yang aktif, berkembang, dinamis, dan lain-lain

Merupakan suatu kenyataan karena pengaruh ilmu pengetahuan alam, psikologi dapat diakui sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri terlepas dari filsafat, walaupun akhirnya metode ilmu pengetahuan alam kurang mungkin digunakan seluruhnya terhadap psikologi, disebabkan karena perbedaan dalam obyeknya. Ilmu pengetahuan alam berobyekkan benda-benda mati, sedangkan psikologi berobyekkan manusia yang hidup, sebagai makhluk yang dinamik, makhluk yang berkebudayaan, makhluk yang berkembang dan dapat berubah setiap saat (Abu Ahmadi, 2003:28).

Persamaan metode, yaitu metode induktif. Penyelidikan psikologi sejalan dengan metodologi riset dalam periode hipotesis dan eksperimen, dimana kebenaran diperoleh melalui proses pengajuan hipotesis yang dilanjutkan dengan pengujian melalui eksperimen-eksperimen

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa hubungan psikologi dengan ilmu pengetahuan alam sudah bisa terlihat pada saat psikologi masih menjadi bagian dari filsafat. Dengan ilmu pengetahuan alam, psikologi bisa menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan bisa berkembang seperti saat ini.

C. Hubungan Psikologi dengan Biologi

Untuk biologi, objeknya kehidupan jasmaniah (fisik). Sedangkan untuk psikologi, objeknya kegiatan atau tingkah laku manusia. Menurut Bonner (dalam Sarwono, 1997:17), psikologi merupakan ilmu yang subjektif karena mempelajari pengindraan (sensation) dan persepsi manusia, manusia dianggap sebagai subyek atau pelaku. Sedangkan biologi merupakan ilmu yang objektif yang mempelajari manusia sebagai jasad atau objek. Psikologi mempelajari perilaku secara “molar” (menyeluruh) sedangkan biologi memepelajari perilaku manusia secara “molekular” (bagian-bagian) dari perilaku, berupa gerakan, refleks, dan lain-lain.

Baik psikologi dan biologi sama-sama membicarakan manusia. Sekalipun masing-masing ilmu tersebut meninjau dari sudut yang berlainan, namun dari segi-segi tertentu kedua ilmu itu ada titik-titik pertemuan. Biologi maupun psikologi mempelajari perihal proses-proses kejiwaan. Seperti telah dikemukakan diatas, bahwa disamping adanya hal yang sama-sama dipelajari oleh kedua ilmi tersebut, misalnya soal keturunan. Ditinjau dari segi biologi adalah hal yang berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi lain. Soal keturunan juga dibahas oleh psikologi, misalnya tentang sifat, intelegensi, dan bakat. Karena itu kurang sempurna kalau kita mempelajari psikologi tanpa mempelajari biologi (Abu Ahmadi, 2003:26).

Pernyataan di atas menjelaskan hubungan psikologi dengan biologi yang sangat erat. Psikologi dan biologi mempunyai obyek yang sama, yaitu manusia. Psikologi membahas manusia pada tingkatan jiwanya/batinnya, sedangkan biologi membahas manusia pada tingkatan jasmaniahnya. Kedua ilmu tersebut saling terkait, seperti dalam hal keturunan

D. Hubungan Psikologi dengan Sosiologi

Tinjauan sosiologi yang penting adalah hidup bermasyarakat. Sedangkan tinjauan psikologi adalah tingkah laku sebagai manifestasi hidup kejiwaan yang didorong oleh motif tertentu yang membat manusia bertingkah laku/berbuat (Abu Ahmadi, 2003:27).

Tinjauan sosiologi yang penting adalah bentuk hidup bermasyarakatnya, struktur dan fungsi dari kelompok yang terkecil hingga kelompok yang besar (Myers, 1983), sedangkan tinjauan psikologi yang penting adalah bahwa perilaku itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan, yang didorong oleh motif tertentu, hingga manusia itu berperilaku atau berbuat (Bimo Walgito, 2003:9).

Gejala seperti urbanisasi atau konflik antarkelompok memerlukan penjelasan psikologi, sehingga timbul cabang psikologi yang khusus mempelajari masalah-masalah sosial, yang dinamakan psikologi sosial (Sarlito Wirawan Sarwono, 2012:10).

Psikologi lebih memperhatikan perilaku individual, sedangkan sosiologi lebih memperhatikan kelompok. Psikologi berkepentingan dalam cara bagaimana perilaku individu diorganisasikan sehingga merupakan suatu “kepribadian”, sedangkan sosiologi berkepentingan dalam bagaimana cara individu sebagai suatu pribadi berhubungan dengan orang-orang lainnya. Perbedaan antara keduanya merupakan perbedaan perspektif

Hubungan psikologi dengan sosiologi sangatlah erat, terutama dalam hal bermasyarakat. Dalam hal ini, psikologi memperhatikan perilaku individu, sedangkan sosiologi memperhatikan perilaku kelompok. Dalam masyarakat, sosiologi berperan dalam proses adaptasi seseorang dalam masyarakat tersebut. Sedangkan psikologi berperan dalam hal kepribadian seseorang dalam masyarakat tersebut.

E. Hubungan Psikologi dengan Pendidikan

Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, proses belajar-mengajar, sistem evaluasi, serta layanan bimbingan dan konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang tidak bisa dilepaskan dari psikologi (Fitryan G. Dennis, 2011:17).

Berdasarkan ilmu pendidikan bertujuan memberikan bimbingan hidup manusia sejak lahir sampai mati. Sedangkan watak dan kepribadian seorang manusia ditunjukkan oleh psikologi. Hingga terlahirlah psikologi pendidikan (educational psychology). Dijelaskan oleh Rober (1988) bahwa psikologi pendidikan berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan. Sebagai ilmu pengetahuan, psikologi pendidikan telah memiliki:

  • Ø Susunan prinsip atau kebenaran dasar tersendiri.
  • Ø Fakta-fakta yang bersifat objektif dan dapat diperiksa kebenarannya
  • Ø Teknik-teknik yang berguna untuk melakukan penyelidikan atau “research”-nya sendiri .

Psikologi dan pendidikan sangat erat hubungannya dalam pendidikan manusia, khususnya pada pendidikan formal. Pendidikan memberikan bimbingan hidup pada manusia, sedangkan psikologi menunjukkan sisi watak dan kepribadian seorang manusia. Oleh karena itu, hubungan psikologi dengan pedidikan melahirkan ilmu yang bernama psikologi pendidikan.

F. Hubungan Psikologi dengan Agama

Psikologi dan agama merupakan dua hal yang sangat erat hubungannya, mengingat agama sejak turunnya kepada Rasul diajarkan kepada manusia dengan dasar-dasar yang di sesuaikan dengan kondisi dan situasi psikologi pula. Contoh bahwa psikologi dan agama mempunyai hubungan erat dalam memberikan bimbingan manusia adalah terhadap manusia yang melanggar norma-norma yang oleh agama dipandang berdosa. Perasaan berdosa pada manusia yang melanggar norma tersebut dapat mengakibatka perasaan nestapa dalam dirinya meskipun hukuman lahiriyah tidak diberikan kepadanya. Psikologi memandang bahwa orang yang berdosa itu berarti telah menghukum dirinya sendiri (Abu Ahmadi, 2003:30).

Hubungan psikologi dengan agama mempelajari psikis manusia dalam hubungannya dengan manifestasi keagamaan, yaitu kesadaran agama dan pengalaman agama. Kesadaran agama hadir dalam pikiran dan dapat dikaji dengan intropeksi. Pengalaman agama sendiri merupakan perasaan yang hadir dalam keyakinan sebagai buah dari amal keagamaan semisal melazimkan dzikir. Jadi obyek studinya dapat berupa gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan dan proses hubungan antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaan

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Dengan agama, psikologi sangat erat hubungannya. Agama diturunkan sesuai dengan psikologi umatnya. Dalam hal ini, psikologi sangat berpengaruh dalam kesadaran beragama dan pengalaman agama dari masing-masing individu. Seperti contoh, orang yang berbuat salah. Dia akan merasa berdosa, padahal jasmaninya tidak di hukum. Menurut psikologi, dia sudah menghukum dirinya sendiri. Baca juga: Psikologi Transpersonal dalam tinjauan Ontology, Epistemologi dan Aksiologi

G. Hubungan Psikologi dengan Ekonomi

Naik turunnya harga atau valuta asing atau berhasil/tidaknya suatu upaya marketing tidak hanya tergantung pada hukum supply and demand dalam ilmu ekonomi, tetapi juga dalam proses pembuatan keputusan yang dilakukan oleh manusia-manusia yang terlibat dalam proses ekonomi (penjual, pembeli, produsen, distributor, bank, pasar modal, pemerintah dan lain-lain) (Sarlito Wirawan Sarwono, 2012:11).

Jiwa manusia juga memiliki kebutuhan, seperti layaknya tubuh manusia yang memiliki kebutuhan. hanya bedanya, jiwa manusia memiliki kebutuhan spiritual/emosi, sementara tubuh manusia memiliki kebutuhan fisik. jiwa manusia hanya bisa dirasakan keberadaannya melalui perasaan dan pemikiran, sementara tubuh manusia sudah bisa dirasakan keberadaannya melalui panca indera. namun bagaimanapun, baik jiwa maupun tubuh manusia ditakdirkan untuk saling mempengaruhi.

Apa yang terjadi pada jiwa manusia akan mempengaruhi kondisi tubuhnya, dan apa yang terjadi pada tubuh manusia akan mempengaruhi kondisi jiwanya. Contoh yang mudah adalah ketika intonasi suara, raut wajah, dan gaya tubuh seseorang yang sedang sedih akan terlihat berbeda dengan intonasi suara, raut wajah, dan gaya tubuh orang lain yang sedang bahagia

Dengan demikian hubungan antara psikologi yang membahas tentang kejiwaan manusia dengan ekonomi yang membahas tentang kebutuhan tubuh dan jiwa manusia sangat erat. Hubungan tersebut dapat dikatakan berpengaruh satu sama lain karena apa yang terjadi pada tubuh manusia akan mempengaruhi kondisi jiwanya. Misalnya, pada bagian marketing management dan human resource management, ilmu psikologi benar-benar digunakan sebagai basis dari segala proses pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan perusahaan: profit yang sebesar-besarnya serta keunggulan daya saing dalam jangka panjang.

situs: www.rangkumanmakalah.com

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2003. Psikologi Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta

Dennis, Fitryan G. 2011. Bekerja Sebagai Psikolog. Jakarta: Penerbit Erlangga

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2012. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers

Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit ANDI


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *