Lompat ke konten
Home » √ Hubungan Teori Belajar Konstruktivisme dengan Kurikulum

√ Hubungan Teori Belajar Konstruktivisme dengan Kurikulum

Daftar Isi

Pengertian Kurikulum

Hubungan Teori Belajar Konstruktivisme dengan Kurikulum – Kurikulum merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi yang telah dikenal dalam dunia pendidikan. Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olehraga pada zaman Romawi kuno yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.[1]

Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa kata “kurikulum” berasal dari bahasa latin, a little racecourse (suatu jarak yang ditempuh dalam pertandingan olahraga), yang kemudian dialihkan kedalam pengertian pendidikan menjadi circle of instruction yaitu suatu lingkaran pengajaran, dimana guru dan murid terlibat didalamnya.[2]

Hubungan Teori Belajar Konstruktivisme dengan Kurikulum
Teori Belajar Konstruktivisme

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan pembalajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[3]

Menurut Oemar Hamalik kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. [4]

Dari beberapa pendapat tentang kurikulum dapat diketahui bahwa kurikulum pada hakikatnya adalah rancangan mata pelajaran bagi suatu kegiatan jenjang pendidikan tertentu dan dengan menguasainya seseorang dapat dinyatakan lulus.

Teori belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme berarti bersifat membangun. Konstruktivise merupakan lndasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual. Konstruktivisem memandang bahwa belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri. Siswa dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. [5]

Belajar dalam teori konstruktivisme adalah merupakan proses aktif dari peserta didik untuk merekonstruksi makna dengan cara memahami teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik. Belajar merupakan proses menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya semakin berkembang.

Teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitas oranglain.

Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.

Ide-ide konstruktivisme modern banyak berlandasan pada teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah penekanan pada hakikat sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui insteraksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Teori Vygotsky yang lain mengatakan bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam daerah perkembangan terdekat atau zone of proximal development. Zona perkembangan proksima adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri,sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa melalui kerjasama dengan rekan sebaya yang lebih mampu. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan seseorang saat ini. Tingkat perkembangan seseorang saat ini tidak lain adalah tingkat pengetahuan awal atau pengetahuan prasyarat itu telah dikuasai, maka kemungkinan akan terjadi pembelajaran bermakna.[6]

Ciri-ciri Teori pembelajaran konstruktivisme:

  1. Menghargai dan menerima eksplorasi pengetahuan siswa.
  2. Memerhatikan ide dan problem yang dimunculkan oleh peserta didik dan menggunakannya sebagai bagian dalam merancang pembelajaran.
  3. Memberikan peluang kepada para siswa untuk menemukan pengetahuan baru melalui proses pelibatan dalam dunia
  4. Merangsang peserta didik untuk berdialog dengan sesama peserta didik lainnya dan juga dengan guru.
  5. Menganggap proses belajar sama pentingnya dengan hasil.
  6. Memerhatikan dan mengapresiasi hasil kajian peserta didik terhadap suatu masalah.[7]

Prinsip – Prinsip Teori Konstruktivisme dalam pembelajaran

Pada teori konstruktivisme ini secara garis besar terdapat prinsip-prinsip yang diterapkan dalam belajar mengajar yaitu: pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya untuk keaktifan murid sendiri untuk menalar. Murid aktif untuk mengkonstruksi secara terus-menerus, sehingga selalu terjadi peribahan konsep ilmiah. Guru sekedar membantu menyediakansaran dan situasi agar proses konstruk berjalan lancer.

Teori konstruktivisme ini digunakan untuk menggali munculnya berfikir, pemecahan ganda, dan bukan hanya satu jawaban yang benar. Selain itu teori ini juga merupakan bagian dari pembelajaran dengan cara memberikan tugas-tugas yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari yang menekankan pada keterampilan proses. Evaluasi yang dilakukan, ditengah-tengah proses pembelajaran guru bisa mengajukan pertanyaan untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan. Berbagai macam metode dapat diterapkan oleh guru, antara lain: Tanya jawab, penyelidikan/menemukan, dan komunitas belajar.[8]

Implikasi bagi guru dalam mengembangkan tahap konstruktivisme ini terutama dituntut kemampuan untuk membimbing siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya. Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri. Olehkarena itu setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang cukup luas, sehingga dengan wawasannya itu ia selalu dengan mudah memberi ilustrasi, menggunakan sumber belajar dan media pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif mencari dan melakukan serta menemukan sendiri kaitan antara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya.[9]

Teori konstruktivisme ini merupakan salah satu komponen utama yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning/ CTL ). Yangmana pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam pembelajaran CTL strategi untuk membelajarkn siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan kenyataan merupakan unsure yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa. Hasil penelitian ditemukan bahwa pemenuhan terhadap kemampuan penguasaan teori berdampak positif untuk jangka pendek, tetapi tidak memberikan sumbangan yang cukup baik dalam waktu jangka panjang. Pengetahuan teoritik yang bersifat hafalan mudah lepas dari ingatan seseorang apabila tidak ditunjang dengan pengalaman nyata.

Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas sebagai berikut: pertama, kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. Kedua, kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. Ketiga, ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). Keempat, hadirkan model sebagai contoh. Kelima, lakukan refleksi akhir pertemuan. Keenam, lakukan penilaian yang sebenarnya.

Hubungan Teori belajar Konstruktivisme dengan Kurikulum

Sebagaimana pengertian dari kurikulum yang telah dijelasan diatas, bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan pembalajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Maka hubungan kurikulum dengan teori belajar konstruktivisme ini sangat berhubungan, terutama dari cara yang digunakan (Tanya jawab, penyelidikan/menemukan, dan komunitas belajar).

Kurikulum dan instruksi yang berdasarkan dengan cara teori kontruktivisme haruslah dirancang untuk merangsang 5 (lima) bentuk dasar dari pembelajaran:

1. Menghubungkan (relating),

Adalah belajar dalam satu konteks sebuah pengalaman hidup yang nyata atau awal sebelum pengetahuan itu diperoleh siswa. Guru menggunakan relating ketika mereka mencoba menghubungkan konsep baru dengan sesuatu yang telah diketahui oleh siswa.

2. Mencoba (experiencing).

Pada experiencing mungkin siswa tidak mempunyai pengalaman langsung , akan tetapi guru harus dapat memberikan kegiatan yang hands on kepada siswa sehingga dari kegiatan yang dilakukan siswa tersebut siswa dapat membengun pengetahuannya.

3. Mengaplikasi (applying).

Hal ini sebagai belajar dengan menerapkan pembelajaran yang telah dipelajari. Guru juga dapat memotivasi dengan memberikan latihan yang realities dan relevan.

4. Bekerjasama (cooperating).

Bekerjasama- belajar dalam konteks saling berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan pelajar lainnya. Pengalaman bekerjasama ini tidak hanya menolong untuk mempelajari suatu bahan pelajaran, hal ini juga secara konsisten berkaitan dengan penitikberatan pada kehidupan nyata.[10]

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas disimpulkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan pembalajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Teori konstruktivisme merupakan salah satu landasan teoritis pendidikan modern yaitu CTL. Konstruktivisme pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Hubungan kurikulum dengan teori konstruktivime sendiri begitu erat terutama dalam cara-cara yang digunakan (Tanya jawab, penyelidikan/menemukan, dan komunitas belajar).

Semua teori pembelajaran yang telah dibahas ini san sebulumnya (asosiasi, koneksionisme, gestalt, ilmu jiwa daya) adalah baik untuk digunakan. Tergantung dengan tujuan dari setiap lembaganya akan diarahkan kemana peserta didik yang berada di lembaga tersebut.

Demikian ulasan singkat seputar Hubungan Teori Belajar Konstruktivisme dengan Kurikulum, semoga bermanfaat. Baca juga: Sumber belajar dan bahan ajar dalam pendidikan agama islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

Dahar, R.W. Teori Belajar Jakarta: PT Erlangga, 1998.

Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran . Program Peningkatan Kualifikasi Guru Madrasah Ibtidaiyah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah.

Prayitno. Bahan Ajar Teori dan Praksis Pendidikan Jakarta: Grasindo, 2009.

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Kalam Mulia, 2009.

Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

[1] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), 192.

[2] Muzaiyyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 78.

[3] Prayitno, Bahan Ajar Teori dan Praksis Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 2009), 280.

[4][4] Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), 65.

[5] Dahar, R.W, Teori Belajar, (Jakarta: PT Erlangga, 1998), 75.

[6] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 112.

[7] Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 88.

[8] Dahar, R.W, Teori Belajar…, 92.

[9] Masitoh dan Lasmi dewi, Strategi Pembelajaran (Program Peningkatan Kualifikasi Guru Madrasah Ibtidaiyah dan Pendidikan Agama Islam), 261.

[10] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran…, 109.


3 tanggapan pada “√ Hubungan Teori Belajar Konstruktivisme dengan Kurikulum”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *