Daftar Isi
A. Sumber Pendanaan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga Wakaf dan Pengembangan Pendidikan Islam – Pada dasarnya sumber pendanaan pendidikan Islam dimasa Klasik, pertengahan dan masa sekarang/ modern semuanya mempunyai sumber pendidikan yang sama, yaitu sumber pendaan pendidikan Islam yang berasal dari Subsidi Pemerintah dan Sumber pendaan pendidikan islam yang bersumber dari lembaga donasi (pengeloaan zakat dan wakaf), pendanaan yang bersumber dari swasta dan sumber pendanaan yang bersumber dari Individu perorangan.
1. SUBSIDI PEMERINTAH
Lembaga Wakaf dan Pengembangan Pendidikan Islam – Pada masa klasik, pendanaan pendidikan sudah sangat mendapatkan perhatian besar, baik dari penyelenggara pendidikan maupun pihak-pihak terkait yang terjun secara langsung didalamnya, umat islam pada masa itu sudah paham betul terhadap pentingnya esensi dari pendidikan dan untuk memajukan pendidikan pada waktu itu masyarakat sadar bahwa untuk menciptakan dan mewujudkan pendidikan yang berkelas dan bermutu di butuhkan biaya besar[8]
Pendidikan islam pada zaman klasik adalah pendidikan yang bentuknya non formal, hal ini dikarenakan mereka belajar bukan karena adanya intruksi dan paksaan dari seorang guru terhadap muridnya, akan tetapi pembelajaran terjadi karena adanya rasa ikhlas dari seseorang yang tau cara membaca dan tau tentang ilmu pengetahuan bertemu dengan orang yang tidak tau akan hal tersebut, maka orang yang tau itu akan dengan senang hati dan iklas menyalurkan ilmu yang dia miliki terhadap orang yang ingin belajar untuk tau membaca dan ingin tau ilmu pengetahuan tersebut. Oleh karena itu semuanya berjalan secara ilmiyah, sehingga proses belajar mengajar tidak harus di ruangan formal akan tetapi tergantung situasi dan kondisi dimana orang yang pandai itu bertemu dengan orang yang ingin belajar[9]
Syalabi Mengemukakan bahwa dahulu pendidikan khuttab[10] berlangsung di masjid-masjid dan rumah para guru mereka[11], khuttab dahulu merupakan bentuk wakaf dari para orang yang kaya dan mampu secara individu yang tidak terkait dengan pendidikan tersebut[12], ada juga yang merupakan peberian dari masyarakat yang anaknya berseklah pada guru tersebut, mereka mewakafkan khuttab untuk ditempati proses belajar mengajar karena mereka (para orang tua/ wali murid) beranggapan bahwa hal tersebut layak untuk di bantu karena pembelajaran yang dilakukan oleh para guru tersebut tidak dipungut biaya, adapun jika dipungut biaya maka biaya tersebut relative murah dan terjangkau[13],
banyaknya perhatian yang diberikan oleh masyarakat dan siswa untuk keberlangsungannya proses pembelajaran pada waktu itu dikarenakan sumbangsih pemerintah dalam pendidikan tidak terlalu signifikan[14] sehingga hal ini memicu para masyarakat untuk lebih peduli terhadap arti penting pendidikan dan keberlangsungan proses pembelajaran pada waktu itu.
Barulah setelah nabi wafat perhatian para penguasa begitu besar terhadap pendidikan, semisal seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab yang ditulis oleh seorang orientalis bernama T.W.Arnold mengatakan bahwa khalifah Umar bin khattab mengangkat guru yang ada pada setiap negeri dan menejemen keuangnya langsung diserahkan pada bendahara di kota tersebut[15], hal ini dimaksudkan agar sistim keuangan dalam negeri tersebut lancar sehingga dapat memicu pertumbuhan perkembangan pendidikan pada waktu itu.
2. Lembaga Donasi (Pengelolaan Zakat dan Wakaf)
Lembaga Wakaf dan Pengembangan Pendidikan Islam – Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf disyariatkan setelah nabi SAW Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari ‘Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Muad berkata: “Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Ansor mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW.”
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebon A’raf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebon lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan Syariat Wakaf adalah Umar bin Khatab. Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar ra, ia berkata:
Dari Ibnu Umar ra, berkata : “Bahwa sahabat Umar ra, memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra, menghadap Rasulullah SAW untuk meminta petunjuk, Umar berkata : “Hai Rasulullah SAW., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum mendapat harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah SAW. bersabda: “Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya), tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-rang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, Ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR.Muslim).
Kemudian syariat wakaf yang telah dilakukan oleh Umar bin Khatab dususul oleh Abu Thalhah yang mewakafkan kebun kesayangannya, kebun “Bairaha”. Selanjutnya disusul oleh sahabat Nabi SAW. lainnya, seperti Abu Bakar yang mewakafkan sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada anak keturunannya yang datang ke Mekkah. Utsman menyedekahkan hartanya di Khaibar. Ali bin Abi Thalib mewakafkan tanahnya yang subur. Mu’ads bin Jabal mewakafkan rumahnya, yang populer dengan sebutan “Dar Al-Anshar”. Kemudian pelaksanaan wakaf disusul oleh Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dan Aisyah Isri Rasulullah SAW.
Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah, semua orang berduyun-duyun untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa. Antusiasme masyarakat kepada pelaksanaan wakaf telah menarik perhatian negara untuk mengatur pengelolaan wakaf sebagai sektor untuk membangun solidaritas sosial dan ekonomi masyarakat[16]
Wakaf merupakan filantropi (kedermawanan) Islam memiliki peran yang signifikan dalam upaya membiayai keberlangsungan berbagai pendidikan Islam. Tidak diragukan, pengembangan dan penyediaan berbagai sarana pendidikan di dunia Islam, seperti di Mekkah dan Madinah, didanai dengan dana wakaf. Menurut ahli sejarah Islam, Azyumardi Azra mengatakan terdapat kecendrungan dikalangan penguasa, sejak Daulah Abbasiyah sampai Turki Utsmani, di mana kedermawanan para penguasa ditampilkan dalam bentuk pengembangan lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah. [17]
B. Hubungan Lembaga Wakaf dan Pengembangan Pendidikan Islam
Hubungan antara wakaf dengan pendidikan islam sangat mempunyai hubungan yang sangat erat pada masa pendidikan islam klasik, lembaga wakaf adalah merupakan salah satu lembaga yang menjadi inti utama dari sumber keuangan bagi kegiatan pendidikan, sehingga pendidikan dapat berjalan dengan baik dan lancar, adanya sistem wakaf dalam islam disebabkan oleh sistem ekonomi islam yang menganggap bahwa ekonomi berhubungan erat dengan aqidah dan syari’at islam dan ada keseimbangan antara ekonomi dengan kemaslahatan masyarakat, sehingga aktifitas ekonomi mempunyai tujuan ibadah dan demi kemaslahatan bersama, pada waktu itu orang –orang islam tidak segan untuk mengalokasikan hartanya untuk kepentingan agama dan kesejahteraan umat islam,paradigm inilah yang menjadikan masyarakat pada waktu itu banyak yang mengalokasikan harta benda mereka dalam bentuk wakaf.
1. Wakaf Uang
Tidak hanya herta benda yang diwakafkan pada waktu itu,harta dalam bentuk uang pun juga di wakafkan, masalah wakaf uang (waqf an-nuqud) telah berkembang dengan baik pada zaman Bani Mamluk dan Turki Usmani. Namun baru belakangan ini menjadi bahan diskusi yang intensif di kalangan para ulama dan pakar ekonomi Islam. Pengembangan wakaf dalam bentuk uang yang dikenal dengan cash wakaf[18] sudah dilakukan sejak lama di masa klasik Islam. Bahkan dalam sejarah Islam, wakaf uang sudah dipraktekkan sejak abad kedua Hijriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Imam az Zuhri (wafat 124 H), salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits, memberikan fatwanya untuk berwakaf dengan Dinar dan Dirham agar dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembangunan, dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam.
Cara yang dilakukan adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha (modal produktif) kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Kebolehan wakaf uang juga dikemukakan oleh Mazhab Hanafi dan Maliki. Bahkan sebagian ulama Mazhab Syafi’iy juga membolehkan wakaf uang sebagaimana yang disebut Al-Mawardy, ”Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafi’iy tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham”[19], sehingga pada waktu dulu / zaman islam klasik para pengelola lembaga tidak terlalu terbebani dengan pembayaran gaji para guru, karena sebagain besar orang yang berwakaf bisa dalam bentuk uang[20].
2. Peran Wakaf
Peranan wakaf sangat besar dalam menunjang keberalangsungan lembaga dan pelaksanaan pendidikan. “Dengan wakaf, umat Islam mendapat fasilitas dalam menuntut ilmu. Karena wakaf, pendidikan Islam tidak terlalu menuntut banyak biaya untuk siswa-siswa sehingga mereka baik miskin atau kaya mendapat kesempatan belajar yang sama
Khalifah Al-Makmun adalah orang yang pertama kali mengemukakan pendapat tentang pembentukan badan wakaf. Ia berpendapat bahwa kelangsungan kegiatan keilmuan tidak tergantung pada subsidi negara dan kedermawanan penguasa-penguasa, tetapi juga membutuhkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama negara menanggung biaya pelaksanaan pendidikan[21]. Prakarsa Al-Makmun ini kemudian meluas pada para penggantinya dan pembesar-pembesar negara, sehingga badan wakaf yang permanen dipandang sebagai suatu keharusan dalam mendirikan suatu lembaga ilmiah. Selanjutnya wakaf-wakaf ini berkembang perentukannya untuk orang-orang, atau kelompok studi yang menyediakan dirinya untuk kesibukan-kesibukan ilmiah di berbagai masjid.
Nizham Al Mulk yang mendirikan madrasah Nizhamiyah[22] memiliki sebuah perpustakaan yang bagus, masjid yang besar, pegawai yang banyak, pustakawan, imam sholat dan petugas pendaftaran [23], pembiyaan lembaga-lembaga pendidikan ini sebagian kecil di dapat dari subsidi Negara[24] dan di dapat dari penguasa dan orang-orang kaya yang membantu dalam bentuk wakaf[25], sedangkan pengelolaan dari wakaf ini sendiri di serahkan langsung pada seorang ulama’ yang memang bertanggung jawab menangani permasalahan tersebut.Nizam Al Mulk Juga menyediakan wakaf untuk membiayai seorang mudarris, seorang imam, dan juga mahasiswa yang menerima beasiswa dan fasilitas asrama[26]
3. Contoh Lembaga Pendidikan Islam dengan sistem wakaf
Contoh lembaga-lembaga pendidikan yang dihidupi oleh sistem wakaf ini sangat banyak sekali ketika masa Islam klasik. Badr ibn Hasanawaih Al-Kurdi, seorang bangsawan kaya yang menjadi gubernur, mendirikan 3000 masjid dengan akademi didalamnya. Masing-masing masjid memiliki asrama (Masjid khan), pembiayaannya berasal dari wakaf. Wakaf Abdul Latief Al-Mansyur berupa pondok dan toko untuk lima orang anak yatim serta pengajarnya, mereka belajar membaca dan menghafal Alquran[27].
Pada masa pemerintahan kolonial (masa Indonesia sebelum merdeka) merupakan momentum kegiatan wakaf, karena pada masa itu, perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah, pondok pesantren, mesjid yang semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas tanah wakaf, sehingga perkembangan wakaf semakin marak. Namun perkembangan kegiatan wakaf tidak mengalami perubahan yang berarti.kegiatan wakaf tidak menyentuh pada dunia pendidikan, Kegiatan wakaf dilakukan terbatas pada kegiatan keagamaan, seperti pembangunan mesjid, musholla, langgar, madrasah, pekuburan sehingga kegiatan wakaf di Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomis bagi rakyat banyak dan pendidikan utamanya[28],
pemerintah kolonila melakukan hal tersebut karena mereka tidak mau rakyat Indonesia menjadi maju dan berkembang dalam bidang pendidikan, hal itu dikarenakan jika mereka berkembang dalam pendidikan, maka mereka akan sulit untuk dijajah dan di kwatirkan terjadi pembangkangan dan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial.
C. Lembaga Wakaf di Indonesia dan pengembangan pendidikan
Pada zaman sekarang ini terutama di Indonesia wakaf tetap menjadi salah satu penopang pendanaan dari pendidikan, Karel A Stanbrink mejalaskan bahwa ketika abad 19 wakaf menjadi salah satu sumber dana dalam pendidikan,para santri tidak membayar uang semacamnya dalam proses belajar mengajar yang mereka terima, hal ini dikarenakan ilmu agama yang notabenenya adalah ilmu yang sacral tidak boleh ditukar dan diperjual belikand dengan uang,hal ini dikarenakan pembelajran agama adalah masalah ibadah, jadi memang dan sewajibnya para guru mengajari muridnya dengan ilmu agama yang mereka tau, dan hal tersebut juga masuk dalam hal kepuasan rohaniah.
Oleh karena itu menurut stanbirk untuk mensiasati hal tersebut maka lembaga pendidikan mensiasatinya dengan wakaf dan zakat, hal ini dilakukan waktu panen pertanian orang tua wali,akhir puasa dan orang tua murid yang sering memerikan uang pada orang tua murid, sehingga dapat ditarik sebuah konklusi bahwa pada masa-masa ini (sebagaimana diatas) adalah masa-masa panen hadiah dari wali murid terhadap guru mereka[29]
Bentuk wakaf yang diberikan terhadap pengajar untuk melaksanakan proses pembelajaran sebelum kemerdekaan adalah hampir sama dengan wakaf dahulu pada masa islam klasik yang diberikan untuk pendanaan pendidikan. Selain istilah wakaf uang yang ada pada zaman klasik, di zaman era modern ini wakaf uang juga ada, wakaf uang lebih pada mewakafkan benda berharga yang dimiliki (semacam surat berharga) terhadap suatu lembaga penjamin keuangan dan hasil dari jaminan tersebut diwakafkan untuk membantu pendidikan sekarang ini, modifikasi dari wakaf yang menjadi suplay untuk pendanaan biaya pendidikan di Indonesia sekarang ini adalah wakaf produktif[30], bentuk wakaf produktif merpakan bentuk wakaf yang merupakan hasil ijtihad dari para ulama dan cendikia islam.
Wakaf produktif bisa berupa barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak, barang yang bergerak semisal uang, tanah, hewan, dan lainnya yang berupa wakaf bergerak, sedangkan wakaf yang tidak bergerak hanya berupa hak pakai dan hak guna. Adanya wakaf produktif adalah untuk memberikan nilai tambah dan guna terhadap barang wakaf tersebut.
Seperti yang dilakukan oleh organisasi Islam muhammadiya, sebagaimana hasil majelis tarjih yang dilakukan oleh kaum muhammadiyah, wakaf untuk pendidikan tidak hanya berupa uang saja, akan tetapi juga bisa berupa hak pakai, menurut muhammadiyah, hak pakai atas bangunan, hak guna bangunan dan hak guna tanah adalah merupakan wakaf, karena hal itu merujuk pada dalil Al Qur’an dan Hadits,[31], selain itu sudah banyak dari muhamadiyah yang mempraktekkan hak guna dan hak pakai tersebut sebagai wakaf[32], hak pakai atas tanah juga merupakan bentuk wakaf yang sangat bisa membantu pada pendidikan, banyak sekolah-sekolah muhammadiyah yang menggunakan bangunan dan tanah yang bukan merupakan milik atas pribadi muhammadiyah, akan tetapi bangunan-bangunan untuk pendidikan tersebut hanya sebagai hak guna dan hak pakai saja.
1. Sumber dana pendidikan dari Orang Tua dan Siswa
Biaya pendidikan islam pada masa lalu (Sebagaimana disebutkan diatas) banyak juga yang disumbang oleh siswa dan orang tua siswa, orang tua siswa yang mampu banyak menyumbangkan Khuttab sebagai wakaf untuk pendidikan, dan siswa member uang kepada para gurunya secara iklas karena mereka sangat mengerti bahwa pada waktu pemerintah sangat kecil mensubsidi biaya untuk pendidikan
Sekarangpun di Indonesia masih menjalankan tradisi tersebut, banyak masyarakat pedesaan pada kenyataanya mewakafkan tanah untuk pendirian sebuah lembaga, siswa membayar uang untuk pendidikan mereka, padahal pada relaitanya pendidikan di Indonesia kini telah di subsidi oleh Negara sebanyak 20 % dari APBN, terlepas dari masalah tersebut semua hal ini menandakan bahwa sistim pendidikan dan management pendidikan di Indonesia masih rendah, dan masih lebih baik sistem dan management pendidikan pada masa islam klasik
Demikian ulasan singkat seputar Lembaga Wakaf dan Pengembangan Pendidikan Islam, semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
– Ahmad Nurofiq, Negara Maju dan Negara Berkembang, (ahmadnurrofiq.files. wordpress. Com).
– Nanang Fattah, Ekonomi dan biaya pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya,2004)
– www.anneahira.com
– Muh Idris, Pendanaan Pendidikan Islam, (Lentera Pendidikan Vol 11 Nomor 2: 2008)
– http://www.surgamakalah. Com.
– Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam,(Jakarta : Pustaka Al Husana, 1992).
– Farida hanum, Pentingnya pendidikan Multikultural dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia, Makalah dalam Bentuk PDF disampaikan pada acara seminar nasional STIT Al Ma’ala Yogyakarta, dalam staff.uny.ac.id
– Ahmad Shalabi. History of Muslim Education, (Bairut : Dar al kasysyaf, 1954)
– A. Qurasishi, Some Aspek of muslim education,(Lahore : Universal Books,1983).
– Arma’I Arif, Sejarah pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan Islam klasik,(tt.tp,2004),.49.
– Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung:Angkasa, 1985)
– Edukasi.Compasiana.com)
– www.Pesantren Virtual.Com, Di posting pada tangal 24 Mei 2012 Pukul 05.28 WIB.
– http://azkiyatunnufus. blogspot.com
– Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : Logos,1999)
– Charles M.Stanton,”Pendidikan Tinggi dalam Islam
– http://uusahmadhusaini.blogspot.com
– http://kabar-pendidikan.blogspot.com
– Karel A.Steen brik, Pesantren ,Madrasah, Sekolah :Pendidikan Islam dalam Kurun Modern,(Jakarta : LP3ES.1994)
– Jaih Mubarok,Wakaf Produktif,(Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2008)
– Zarkasi As,Dkk ,Umar ibn khattab dan ayat-ayat Al Qur’an tentang rajam ; study perbandingan antara umar ibn khattab dengan Muhammadiyah dan Nahdatu Ulama dalam istimbath hukum ( Yoyakarta : lembaga riset dan survei IAIN Sunan Kalijaga, 1986 )
– Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, cetakan ke II , (Yogyakarta :tp, 1971),.hlm 275.
[1] Contoh riel dari hal tersebut adalah Negara Afrika, pada Negara Afrika tingkat pendidikan disana rendah sehinga masyarakatnya pun juga rendah tingkat berfikirnya, hal ini akan memperlambat perkembangan Negara tersebut untuk maju, dan keterbalikannya seperti Negara Finlandia, Amerika, Australia, pada ketiga Negara tersebut pendidikannya maju dan sangat berkembang pesat, sehingga pola pikeir masyarakatnya juga tinggi dan ini sangat membantu melesatkan tingkat kemajuan Negara tersebut untuk berkembang maju lebih cepat dari pada Negara lainnya, Baca Ahmad Nurofiq, Negara Maju dan Negara Berkembang, (ahmadnurrofiq.files. wordpress. Com), di Posting Pada tanggal 23 Mei 2012 Pukul 06.14 WIB.
[2] Nanang Fattah, Ekonomi dan biaya pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya,2004),.77.
[3] Pada era sekarang Kesukaran untuk berkembangnya pendidikan yang tidak di dukung oleh pemerintah dikarenakan pemerintah juga mempunyai kebijakan dalam menentukan anggaran pendidikan yang ada, sehingga semakin banyaknya anggaran belanja Negara yang diberikan untuk pendidikan,maka pendidikan tersebut akan di untungkan dan sangat di mungknkan untuk berkembang, anggaran yang diberikan oleh Negara untuk pengembangan biaya pendidikan sekarang ini bisa berupa biaya oprasional sekolah dan lain-lain, www.anneahira.com, di Posting pada pada tanggal 23 Mei 2012 Pukul 06.28 WIb
[4] Muh Idris, Pendanaan Pendidikan Islam, (Lentera Pendidikan Vol 11 Nomor 2: 2008),.153.
[5] Hal ini dapat dicontohkan dengan seorang ayah yang mengenyam pendidikan, maka dia akan mempunyai pandangan hidup yang sistemis dan baik, dan hal itu akan diturunkan oleh sang ayah tersebut pada anaknya, sehingga sang anak juga akan berpandangan yang mirip dengan ayahnya terhadap pandangan hidup, dan ini akan terjadi secara kontinuitas sehingga pendidikan dapat membentuk kepribadian yang baik bagi tiap-tiap insan manusia.
[6] Rekayasa sosial (social engineering) adalah hal yang menegaskan bahwa “Suatu masyarakat di manapun di dunia ini, tidak ada yang statis. Masyarakat manapun senantiasa mengalami perubahan, hanya saja ada masyarakat yang perubahannya pesat dan ada pula yang lamban. Di dalam menyesuaikan diri dengan perubahan itulah, fungsi Pendidikan sebagai a tool of engineering, sebagai perekayasa sosial, sebagai alat untuk merubah masyarakat ke suatu tujuan yang diinginkan bersama, sangat berarti”, hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan sebagai alat rekayasa sosial sangat diperlukan dalam proses perubahan masyarakat yang di manapun senantiasa terjadi, apalagi dalam kondisi kemajuan yang menuntut perlunya perubahan-perubahan yang relatif cepat, Rusli Efendi,Fungsi Pendidikan Sebagai rekayasa sosial, dalam http://www.surgamakalah. Com.
[7] Baca Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam,(Jakarta : Pustaka Al Husana, 1992),.138-139.
[8] Farida hanum, Pentingnya pendidikan Multikultural dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia, Makalah dalam Bentuk PDF disampaikan pada acara seminar nasional STIT Al Ma’ala Yogyakarta, dalam staff.uny.ac.id,di posting pada tanggal 23 Mei 2012 pukul 06.41 WIB
[9] Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah proses pembelajaran bisa dimana saja, tergantung lokus pertemuan antara guru dan murid, maka disitulah terjadi proses belajar dan mengajar, tempat yang biasanya dijadikan tempat untuk transfer ilmu antara guru dan murid biasanya di tenda-tenda, dibawah pohon kurma,rumah para guru, pekarangan masjid dan di rumah-rumah penduduk, baca Ahmad Shalabi. History of Muslim Education, (Bairut : Dar al kasysyaf, 1954) ,.17 Lembaga Wakaf dan Pengembangan Pendidikan Islam
[10] Kuttab atau Maktab berasaal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis, jadi Khuttab adalah tempat belajar menulis. Khuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al Quran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam.
[11] Ibid
[12] Yang di makasud tidak terkait dengan pendidikan tersebut adalah masyararakat yang mampu dan mewakafkan khuttab untuk para guru agar mempunyai wadah untuk mengajar walaupun sang pemberi wakaf tidak mempunyai anak yang di masukkan dalam khuttab untuk diberi pelajaran tersebut.
[13] A. Qurasishi, Some Aspek of muslim education,(Lahore : Universal Books,1983),.51.
[14] Kurangnya perhatian pemerintah pada waktu itu dikatakan oleh Salaby yang dikutib oleh Ruswan Thoyib dalam “Khuttab sebagai institusi pendidikan “, Arma’I Arif, Sejarah pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan Islam klasik,(tt.tp,2004),.49.
[15] Sukarno dan Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. (Bandung:Angkasa, 1985),.51
[16]http://bwi.or.id, Di posting pada tanggal 24 Mei 2012, pukul 06.52 WIB
[17] Menciptakan Keberlangsungan Lembaga Pendidikan.( Edukasi.Compasiana.com), Di Posting pada tanggal 23 Mei 2012 Pukul 15.03 WIB.
[18] Pendapat Cash Wakaf ini dikutip Komisi fatwa MUI pada tahun 2002, merujuk pada fatwa MUI bahwa Wakaf Uang syaratnya harus dilakukan seseorang, kelompok orang, lenmbaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai, Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.,www.Pesantren Virtual.Com, Di posting pada tangal 24 Mei 2012 Pukul 05.28 WIB.
[19] Ibid.
[20] Hal ini dilandaskan pada fatwa MUI pada tahun 2002
[21] Syalabi,Sejarah Pendidikan Islam,Ibid,.374
[22] Madrasah NIzhamiyah adalah madrasah yang pertama kali muncul dalam sejarah pendidikan islam yang berbentuk lembaga pendidikan dasar sampai perguruan tinggi yang dikelola oleh pemerintah dan didirikan oleh Nizam Al-Mulk dari dinasti Saljuk pada tahun 457-459 H/ 1065-1067 M (abad IV), http://azkiyatunnufus. blogspot.com di Posting pada tanggal 23 Mei 2012 Pukul 14.39.
[23] Raihani, “Madrasah Nizhamiyah “ dalam arif ,Sejarah pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan islam klasik, Ibid, .84.
[24] Alasan dari Negara tidak memberikan subsidi banyak terhadap pendidikan pada masa khalifah karena pada masa itu adalah karena departemen pengajaran yang di bentuk oleh Khalifah sebagai pusat sistem pembelajaran tidak di dukung sepenuhnya oleh departemen keuangan Negara, sehingga wakaf menjadi alternative untuk menyuplai kekurangan financial pendidikan islam yang tidak disubsid oleh Negara, baca Armai Arif,Pertumbuhan dan perkembangan Islam Klasik,Ibid,.90.
[25] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta : Logos,1999),.46
[26] Charles M.Stanton,”Pendidikan Tinggi dalam Islam “ Terjemahan hasan Asyari dan Afandi,.41-43
[27] Hasan Langgulung. Azaz-azaz Pendidikan Islam, Ibid,.163 dan dapat dilihat pula di Sistim Pendidikan Islam Pada bani Ummayah, http://uusahmadhusaini.blogspot.com, Di Posting pada tanggal 23 Mei 2012 Pukul 15.24 WIB
[28]http://kabar-pendidikan.blogspot.com, di posting pada tanggal 24 Mei 2012 pukul 06.33 WIB
[29] Menurut Stenbrik hal tersebut diatas (tentang dana pendidikan di Indonesia) adalah pendidikan sebelum kemerdekaan, Karel A.Steen brik, Pesantren ,Madrasah, Sekolah :Pendidikan Islam dalam Kurun Modern,(Jakarta : LP3ES.1994),.19
[30] Jaih Mubarak mengatakan bahwa yang dimaksudkan dari istilah wakaf produktif adalah meningkatkan nilai tambah dan lebih tepat di sebut dengan wakaf operatif. Kata operatif dalam ilmu manajemen mengandung arti aktifitas yang mentransformasikan input menjadi output yang bermanfaat berupa barang dan jasa. Sedangkan kata produktif hanya mentransformasikan input menjadi output yang bermanfaat berupa barang saja. Baca Jaih Mubarok,Wakaf Produktif,(Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2008),16.
[31] Zarkasi As,Dkk ,Umar ibn khattab dan ayat-ayat Al Qur’an tentang rajam ; study perbandingan antara umar ibn khattab dengan Muhammadiyah dan Nahdatu Ulama dalam istimbath hukum ( Yoyakarta : lembaga riset dan survei IAIN Sunan Kalijaga, 1986 ),.hlm. 46 dalam Jailani, Perwakafan tanah di Indonesia,hlm,. 55.
[32] Pada tahun 1912 PP Muhamadiyah telah banyak mengelola tanah wakaf dan non wakaf, akan tetapi tanah wakaf tersebut tidak semuanya adalah berupa tanah yang diwakafkan, akan tetapi berupa hak guna /hak pakai saja, dan PP Muhammadiyah juga menggunakan hak guna bangunan sebagai bagian dari wakaf Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, cetakan ke II , (Yogyakarta :tp, 1971),.hlm 275. Lembaga Wakaf dan Pengembangan Pendidikan Islam