Lompat ke konten
Home » √ Sejarah Pemerintahan Muawiyah Bin Abi Sufyan

√ Sejarah Pemerintahan Muawiyah Bin Abi Sufyan

Daftar Isi

Muawiyah Bin Abi Sufyan
Muawiyah Bin Abi Sufyan

Muawiyah Bin Abi Sufyan Adalah khalifah yang dikenal buruk oleh sejarah, mengapa demikian, ini alasannya!

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah Islam merupakan salah satu bidang study yang menarik baik kalangan Islam maupun Non Islam , hal ini dikarenakan banyak nya manfaat yang dapat di peroleh dari penelitian tersebut, bagi peneliti Barat (non Islam ) mempelajari sejarah Islam selain di tujukan pengembangan Ilmu, juga terkadang dimaksudkan untuk mencari kelemahan dan kekurangan ummat Islam agar dapat dijajah dan sebagainya, disadari atau tidak saat ini Informasi mengenai sejarah Islam banyak berasal dari penelitian para sarjana Barat , hal ini di karenakan masyarakat Barat memiliki Etos keilmuan yang kuat juga di dukung oleh politik yang kuat dari para pemimpinya.[1] Sedangkan dari kaum Islam sendiri selain Etos keilmuanya rendah juga belum di dukung oleh keahlian di bidang penelitian yang memadai.

Kembali kepada manfaat sejarah Islam bagi ummat Islam , bagi ummat muslim mempelajari sejarah Islam dapat memunculkan kebanggaan terhadap Islam sendiri karena Islam pernah menemui kemajuan di segala bidang berates-ratus tahun lamanya, juga sebagai peringatan agar lebih berhati-hati, yang memang harus di akui pula masa kumunduran Islam juga sebagai pelengkap cerita untuk lebih menyadarkan ummat Islam tak henti berbenah diri serta tampil berjuang.

Dari kaadaan itulah dirasa perlunya kajian kritis kaum intelektual demi “melek” nya sejarah yang benar-benar dapat ditularkan manfaat dan maslahatnya, sebab tak jarang sejarah mengalami pemutar balikan dari hal yang sesungguhnya. Termasuk dari sejarah bani Umayyah ( Muawiyah bin abi sufyan [2]) dan lain-lain, banyak perbedaan pendapat perjalanan sejarahnya, hal ini bisa terjadi di karenakan kaadaan psikologi penulis atau kurangnya nalar kritis dari peneliti.

Menyadari persoalan di atas, maka kami mencoba membahas sebagian tentang rezim Bani Umayyah, namun demi focus kajian, dirasa perlu dengan adanya rumusan masalah.

Pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan

Muawiyah adalah keturunan yang ke tiga dari Ummayyah dengan silsilah Muawiyah bin Sakhr (dikenal dengan sebutan Abu sufyan) Bin Harb Bin Ummayyah [4] bin Abu Sufyan, lahir di Makkah 15 tahun sebelum hijrah. Muawiyah bin abi sufyan masuk Islam ketika terjadi fathu makkah. Saat itu ia baru berusia 23 tahun. Ia juga menjadi salah seorang periwayat hadis yang baik, pribadinya cerdas, selalu optimis dan mahir dalam mengatur strategi pemerintahan.

Menjabatnya Muawiyah bin abi sufyan sebagai kepala Pemerintahan bukan atas keputusan totAlitas kaum Muslimin, ketika Kholifah Usman bin affa>n R.A.

Kejadian tetbunuhnya Kholifah Usman bin Affan menjadi lahan membarahnya kaum munafiq dalam melancarkan fitnah-fitnah Intern kaum muslimin, desas-desus ketidak sepakatan dengan keputusa Sayyidina Ali .R.A yang telah mencopot beberapa pentolan-pentolan diwilayah Islam dari keputusan Kholifah Usman yang memang mayoritas mempunyai hubungan darah dengan pimpinanyan yakni Kholifah Usman, ditambah lagi dari golongan Muawiyah dengan egoisnya yang menginginkan keadilan atas pembunuhan Kholifah Usman belum juga terlaksana, di karenakan kholifah Ali sibuk dalam sterilisasi perAli han kepemimpinan, memang sewajarnya seorang pemimpin memikirkan warga secara totAli tas tanpa pandang bulu, dari hemat pengamatan penulis kondisi ini sangat potensi kaum munafiqin untuk mengobrak-abrik ketaatan antara bawahan terhadap pucuk pimpinan, factor fanatic ke sukuan yang kental menjadi angin pendorong layar keegoisan menuju pertempuran, sehingga benar-benar terjadi kaum yang terorganisir untuk menentang pemerintahan Kholifah Ali yang sah.

tanggapan kubu sayyidina Ali selalu siap meluruskan siapa saja yang menyimpang dari ajaran Islam termasuk pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah, yang akhirnya terjadilah peperangan yang di komandoi oleh sayyyidatina Aisyah popular dengan sebutan perang jamal pada tahun 36 H/657 M, perang jamal ini terjadi atas profokator Abdullah bin Zubair dan Tholhah yang menginginkan kedudukan Kholifah[5] menghasud Aisyah untuk memimpin perang melawan Kholifah Ali , namun Kholifah Ali sangat mengetahui dalang pertempuran itu sehingga saat Zubair dan Tholhah terbunuh Kholifah Ali sangat menyanjung Aisyah sebagai Ummul Mu’minin dan mengembAli kan Aisyah ke makkah dengan penuh penghormatan[6].

Para pemfitnah belum berhenti di sini, sahabat Muawiyah bin abi sufyan yang menjadi gunernur Syam[7] belum membaiat Kholifah Ali , selalu di desak untuk mengadili pembunuh Kholifah usman dengan beberapa kampanye tidak boleh taat pada pemimpin yang tidak menjalankan syari’at Islam , melihat banyak nya kaum muslimin yang terpengaruh oleh fitnah-fitnah ini akhirnya Kholifah Ali mengirimkan surat kepada Muawiyah yakni bersedia Membai’at Kholifah Ali atau meletakkan jabatannya, tetapi Muawiyah bin abi sufyan tidak menentukan pilihannya sebelum tuntutan dari keluarga Muawiyah terpenuhi, kokohnya tuntutan Muawiyah kepada Ali untuk mengadili pembunuh Usman, di sebabkan kubu Muawiyah bin abi sufyan mencium bau bahwa pelaku pembunuhan Usman adalah dari pihak Ali , bahkan pemimpinya Muhammad bin Abu Bakar[8] dijadikan Gubernur Mesir .

Dari genjarnya kampanye yang di lakukan kubu Muawiyah untuk menentang Kholifah Ali , semakin banyaklah para simpatisan Muawiyah , sehingga terkumpul pasukan yang siap meyerang rezim Kholifah Ali , Kholifah Ali pun telah mempersiapkan pasukan dari Irak, Iran, dan Khurasan serta bantuan basukan dari Azerbejan dan Mesir atas komando Muhammad bin Abu Bakar, sebelum terjadi peperangan, Kholifah Ali terus menawarkan kepada Muawiyah agar bisa membai’at Ali atau terpaksa meletakkan Jabatan nya agar kaum muslimin tidak terprofokasi pemberontakan,

namun kubu Muawiyah menuntut sebAli knya, yakni pihak Khilifah Ali yang di anggap lemah dalam menegakkan hukum Islam harus meletakkan pucuk pimpinan nya dan membai’at Muawiyah sebagai Kholifah. Akhirnya pada bulan Shafar tahun 37 H/ 658 M, peperangan sengit antara Kholifah Ali dengan pasukan Muawiyah tak dapat di bendung, berlangsung di Shiffin wilayah Syam dekat tepian sungai Efrat, peperangan ini terkenal dengan perang Shiffin.

Perang Shiffin Muawiyah Bin Abi Sufyan dan Khalifah ali bin abu thalib

Dalam perang Shiffin ini kholifah Ali dapat memukul mundur pasukan Muawiyah bin abi sufyan , saat pasukan Muawiyah bersiap-siap melarikan diri, tampillah Amr bin Ash dengan siasatnya mengangkat al-Qur’an di ujung tombak sebagai tanda penghormatan kepada wahyu dan peperangan harus di hentikan, semua di kembAli kan dengan hati dan fikiran yang tenang kepada wahyu[9], namun kholifah Ali mengetahui yang dilakukan Amr bin Ash ini hanyalah siasat untuk melindungi diri, Kholifah Ali tegas menyerukan terus untuk memerangi kaum pemberontak sampai titik akhir, namun di lain sisi para prajurit Kholifah Ali harus diam melihat al-Qur’an di ujung tombak, hatinya hanya ingat yang melakukan peperangan adalah sesama kaum muslimin.

Maka terjadilah Tahkim, perundingan mancari jalan keluar tanpa harus meneteskan darah dalam perundingan ini Muawiyah diwakili Amr bin Ash dan dari Kholifah Ali di wakili oleh Abu Musa al-Ash’ary, kedua memperoleh keputusan bahwa kedua penguasa harus sama-sama meletakkan jabatanya[10], Muawiyah sebagai Gubernur dan Ali Sebagai Kholifah setelahnya akan di pilih kembAli oleh masyarakat luas[11], dari sini telah tercium keputusan yang merugikan Kholifah Ali sebagai pemerintahan yang sah dan hampir memenangkan peperangan.

Setelah shubuh Amr bin Ash dan Abu Musa al-Asy’ary mengumumkan peletakan jabatan kedua pemimpin itu, Abu Musa al-Asy’ary yang lebih tua di persilahkan terlebih dahulu ke atas podium mengumumkan pada seluruh masyarakat bahwa atas nama pemerintahan Kholifah Ali , sayyidina Ali meletakkan Jabatanya sebagai kholifah[12], setelah Abu Musa al-Asy’ary menyatakan peletakan jabatan Ali , naiklah Amr bin Ash bahwa ia menyerukan atas nama kubu Muawiyah menyetujui keputusan Sayyidina Ali dan saat itu juga di umumkan nya, maka yang berhak menjadi kholifah adalah Muawiyah [13].

Setelah kejadian Tahkim ini ternyata membuat kecewa para militan Kholifah Ali , sehingga terjadilah perpecahan, Khowarij yang mula-mula pAli ng kecewa dengan keputusan Ali tentang di ambilnya tahkim, memakai kata Khawarij artinya golongan yang keluar dari barisan Kholifah Ali [14], selain itu Murji’ah golongan yang lepas tangan dengan masalah yang dilakukan oleh dua Sahabat besar ini, golongan ini menunda keputusan dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan yang maha mengetahui dan maha bijaksana di akhirat kelak[15],

Khawarij sebagai barisan sakit hati terus mengincar tokoh-tokoh yang menjadi penyebab ia sakit hati, dengan akan membunuh empat orang yang di anggap mempermainkan Ummat Islam , yakni Muawiyah , Ali bin Abi Tholib, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary, namun kehendak Tuhan mereka hanya bisa membunuh Kholifah Ali saja, di tangan Abdurrahman ibn Muljam Kholifah yang Luas Ilmunya Ba>bul ‘Ilm, sahabat tanggguh, pemberani dengan julukan Singa Padang Pasir, pada tanggal 19 Ramadlan tahun 40 Hijriyah bertepatan tahun 661 Masehi menghembuskan nafas terakhir.

Dengan terbunuhnya KhAli fah Ali bin Abi Tholib Karramalla>hu Wajhah. Maka masyarakat membai’at putranya Hasan Bin Ali menjadi Kholifah, di karenakan banyak nya perpecahan dari kaum militan Ali , sehingga pendukung putranya pun menipis juga, di lain sisi Muawiyah semakin mapan dengan kemakmuran prajuritnya, penindasan sangat potensi di lakukan kubu Muawiyah ,

maka Hasan bin Ali mengajak Muawiyah bin abu sufyan untuk memadamkan gejolak-gejolak yang makin membara tersebut dengan menawarkan jabatan kekholifahan Ali di pundak Muawiyah , saat itu Hasan masih menjabat sebagai Kholifah selama 6 Bulan[16], sebelum jabatan Kholifah di serahkan pada Muawiyah Kholifah Hasan mempunyai perjanjian kepada Muawiyah , jika di sepakati maka jabatan Kholifah akan di serahkan pada Muawiyah , beberapa perjanjian itu di antaranya;

Perjanjian Hasan Bin ali dan Muawiyah Bin Abi Sufyan

  1. Jaminan hidup bagi loyAli s Hasan bin Ali
  2. Jika Muawiyah meninggal jabatan Kholifah di serahkan kembAli ke tangan Hasan bin Ali .
  3. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan diberikan tiap tahun.[17]

Berlandasan niat Mulya Hasan maka Muawiyah menerima dengan senang tawaran Hasan bin Ali , hanya sedikit berat pada poin yang kedua yakni Jika Muawiyah meninggal jabatan Kholifah di serahkan kembAli ke tangan Hasan bin Ali [18], kekhawatirannya di karenakan takut akan terjadi pertumapahan darah lagi Antara sesama Ummat Islam yang seharusnya tak perlu terjadi.

Proses pengAli han kepemimpinan Kholifah Hasan bin Ali secara damai ini di kenal dengan Amul Jama’ah[19] tahun persatuan ummat Muslimin. Ini lah bukti kebenaran ucapan Rasulullah bahwa suatu saat cucunya akan mendamaikan dua golongan yang berselisih.

Militansi Bani Ummayyah semakin semangat melihat Muawiyah bin abi sufyan menjadi Kholifah secara total, pada hakekatnya, dari semula telah menginginkan jabatan khAli fah itu, tetapi mereka belum mempunyai harapan untuk mencapai cita-cita pada masa Abu Bakar dan Umar. dan setelah Umar ditikam, dan ia menyerahkan permusyawaratan untuk memilih khAli fah yang baru kepada eman orang sahabat, diantaranya Utsman, diwaktu itulah baru muncul harapan besar bagi Bani Ummayyah dan mereka lalu menyokong pencalonan Ustman secara terang-terangan, dan akhirnya Ustman terpilih. Semenjak itu mulailah Dinasti Ummayyah meletakkan dasar-dasar untuk menegakkan “Khilafah Umawiyah”, sehingga dikatakan bahwa khAli fah Ummayyah itu pada hakekatnya telah berdiri sejak pengangkatan Utsman menjadi khAli fah dan pada masa pemerintahan Utsman inilah Muawiyah mencurahkan segala tenaganya untuk memperkuat dirinya dan menyiapkan daerah Syam untuk dapat menjadi pusat kekuasaan Islam dimasa datang[20].

Perpindahan kekuasaan kepada Muawiyah Ibn Abi Sufyan telah mengakhiri bentuk pemerintahan yang demokratis menjadi pemerintahan monarki absolute, yakni system kerajaan yang diwariskan secara turun temurun tidak lagi dilakukan dengan pemilihan melalui cara demokratis. Muawiyah mencontoh system pemerintahan kerajaan Byzantium dan system pemerintahan kekaisaran Persia[21].

Keputusan ini sangat tepat untuk di terapkan saat itu, sebab sejarah berkata dengan adanya demokrasi yang di lakukan masyarakat arab yang berwatak keras malah semakin memancing keributan yang berujung perang saudara, Muawiyah mengambil keputusan monarchi dengan berbagai musyawarah, di antaranya dengan Mughira, guber-nur Basrah dengan kesimpulan mengangkat putranya Yazid sebagai pengganti dirinya kelak, Mengenai hal ini seorang sejarawan muslim terkemuka yang bernama Ibnu Khaldun dalam kitabnya Mukaddimah menulis :

“Seorang imam tidak sewajarnya dicurigai meskipun dia telah melantik ayah atau puteranya sendiri sebagai penggantinya. Dia telah dipertanggungjawabkan untuk mengurus kebajikan kaum muslimin selagi dia masih hidup. Lebih daripada itu dia ber-tanggungjawab untuk membasmi, semasa hidupnya (kemungkinan mewabahnya perkara-perkara yang tidak diingini) setelah”

Namun hal ini menimbulkan kebencian kaum Syiah. Diantara orang-orang syi’ah yang pertama kAli melancarkan permusuhan terbuka terhadap bani Ummayyah adalah Hajar bin Adi. Ia mengkritik pedas Mughirah bin Syu’bah, sang gubernur Kufah. Berhu-bung Mughirah bertipikal lemah lembut dan pemaaf, maka ia mengingatkannya akan akibat tindakannuya. Ketika Mughirah bin Syu’bah wafat Muawiyah mengangkat Ziyyad sebagai gubernur Kufah. Maka Ziyyad mengirim surat kepada Muawiyah mengenai Hajar bin Adi. Dengan kekhawatiran kaum muslimin termakan fitnah lagi Oleh Muawiyah Hajar bin Adi diundang ke Syam dan membunuhnya bersama pengikut setianya.

Stategi Muawiyah bin abi sofyan dalam mempertahankan pemerintah

Dalam mengatur dan menguatkan kedaulatan pemerintahan, Muawiyah melakukan beberapa hal di antaranya:

Meminta Pengakuan dari para pengikut Hasan bin Ali

Setelah resminya Muawiyah menjadi pucuk pimpinan, agar mulusnya program pemerintahan adalah mutlak bagi bawahan wajib taat pada pimpinan, maka Muawiyah bin Abi Sufyan meminta kepada Hasan bin Ali untuk menjelaskan hasil kesepakatan yang telah dicapai antara Hasan Bin Ali dengan Muawiyah dalam sebuah pertemuan di maskin kepada para pendukungnya, Permohonan Muawiyah telah disetujuinya, Hasan bin Ali kemudaia mengumpulkan para sahabat setianya di kediaman Madain, sebelum memberikan penjelasan lebih jauh kepada para sahabat setianya di Masjid Kufah.

Di dalam pertemuan itu Hasan menjelaskan sebab apa saja yang melatar melatar belakangi di serahkanya jabatan Kholifah Hasan, serta dengan tegas di jelaskan telah mengakui Muawiyah sebagai pemimpin. Oleh karena itu, Hasan meminta dengan sangat agar mereka melakukan seperti apa yang dilakukannya, yaitu menjadikan Muawiyah sebagai pemimpin mereka, dan jangan sekAli -kAli membantahnya bila telah melakukan bai’at kepadanya, kemudian hasan juga menjelaskan nya di masjid kufah, termasuk orang penting yang hadir saat itu adalah dari pihak Hasan bin Ali hadir antara lain, Abdullah bin Abbas, Qays bin Sa’ad, Abu Ja’far, Abu Amir, dan lainnya. Sementara dari pihak Muawiyah hadir antara lain, ’Amr bin Al-Ash, Abu Al-A’war Al-Sulma, ’Amr bin Sufyan.

Memindahkan Pusat Kekuasaan ke Damaskus

Setelah kaum loyAli s Hasan bin Ali dengan penuh hati mendukung hasan, kekuatan Muawiyah bin abi sufyan semakin mapan, langkah cantik yang dilakukan selanjutnya adalah usahanya memindahkan pusat pemerintahan Islam dari Madinah ke Damaskus. Pemindahan ini dilakukan karena di kota itulah pusat kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan sebenarnya. Di kota itulah para pendukung setianya berada. Dari kota Damaskus Muawiyah mengendAli kan pemerintahan dan mengatur berbagai kebijakan politik.

Alasan lainnya Muawiyah bin abi sufyan memindahkan pusat kekhAli fahan adalah : karena Kota Damaskus memiliki letak yang sangat strategis bagi Muawiyah untuk mengambangkan kekuasaanya ke bakas-bekas wilayah kekuasaan kerajaan Romawi di bagian utara. Letak strategis itu tidak hanya dari sisi politik militer, juga dari sisi ekonomi. Sebab kota Damaskus. Syiria terletak di dekat laut Tengah (Laut Mediterania) yang merupakan jalur perdagangan ke Eropa, dengan pemindahan pusat pemerintahan inilah rezim Muawiyah mengalami perkembangan cukup cepat.

Mengangkat Para Pejabat Gubernur

Muawiyah bin Abi Sufyan telah memilih beberapa orang yang dapat memperkuat posisi kepemimpinannya. Mereka adalah Amr bin Al-Ash, Mughirah bin Syu’bah, dan Ziyad bin Abihi[22]. Kedua orang yang di sebutkan itu, Amr dan Al Mughirah bin Syu’bah, memiliki peran yang sangat penting, baik sebelum atau sesudah Muawiyah menjadi khAli fah. Sementara Ziyad baru memainkan peran pentingnya ketika ia di beri kesempatan oleh Muawiyah untuk menduduki jabatan penting di dalam pemerintahan Bani Umaiyah, yaitu gubernur Basrah.

Salah satu alasan Muawiyah bin abu sufyan merangkul Amr bin Al-Ash, adalah karena ia telah memiliki kemampuan luar biasa dalam masalah taktik dan strategi politik dan peperangan yang sebanding dengannya. Ia kemudian di ajak kerjasama dalam mengahadapi kekuatan Ali bin Abi ThAli b, yang kemudian setelah itu diberi kepercayaan untuk menaklukan Mesir dan setelah berhasil Amr di percaya menjadi gubernur kota itu.

Setelah Muawiyah bin Abi Sufyan berhasil mendapatkan legitimasi politik dari masyarakat luas, khususnya para pendukung Ali dan Hasan di Kufah dan Basrah, jabatan tersebut tetap di percayakan kepada Amr bin Al-Ash. Pemberian jabatan ini karena Muawiyah tau persis kemampuan yang di miliki Amr dan kekuatan yang ada padanya. Amr berkuasa sebagai gubernur selama kurang lebih dua tahun (41-43 H).

Selain merangkul Amr bin Al-Ash, Muawiyah bin abi sufyan juga mengangkat Al-Mhugirah bin Syu’bah. Ia memiliki potensi besar dengan dukungan masa yang cukup banyak di kotanya. Karena itu, ketika Muawiyah berkuasa sebagai khAli fah, ia melihat Al-Mughirah sebagai seorang tokoh potensial yang perlu di rangkul dengan jabatan strategis di wilayah Kufah, jabatan yang pernah di dipegang selama satu tahun atau dua tahun ketika Umar bin Khattab berkuasa yang mencakup pula wilayah Syiria. Ia mengaku jabatan ini selama lebih kurang satu dasawarsa hingga ia wafat pada tahun 50 H. Setelah ia wafat, wilayah kekuasaanya di gabungkan Muawiyah ke dalam wilayah pemerintahan gubernur Ziyad bin Abihi.

Tokoh lainnya yang dianggap perlu diangkat adalah: Ziyad bin Abihi. Dalam pandangan Muawiyah bin abu sufyan , orang seperti Ziyad juga perlu mendapatkan perhatian dan kedudukan khusus di pemerintahan. Sebab, Ziyad bin Abihi, meskipun sedikit memiliki pengaruh keluarga atau klan, karena Ziyad di beritakan tidak memiliki ayah yang jelas yang kemudian orang mengenalnya dengan sebutan Ziyad bin Abihi tetap saja menjadi orang yang di perhitungkan oleh Muawiyah , bukan hanya karena reputasinya, juga karena dari penelusuran silsilah atau asal usulnya, ternyata Ziyad di ketahui anak seorang ibu yang sebenarnya budak Abi Sufyan yang berasal dari Thaif yang berAli h tangan al-Harits bin Kaldah sebelum Ziyad lahir. Karenanya, Ziyad juga sering di sebut dengan Ziyad bin Abi Sufyan.

Pada masa khAli fah Ali bin Abi ThAli b berkuasa, Ziyad di tunjuk sebagai gubernur Basrah dengan tugas khusus di persia bagian selatan. Karenanya ketika Ali wafat, dan Hasan memberikan kekuasaan kepada Muawiyah dalam peristiwa Am al-Jama’ah di maskin tahun 661 M/41 H, ia pindah ke persia sembunyi di sana. Hal itu di lakukan karena ia merasa khawatir akan keselamatan dirinya karena ia telah menolak ajakan Muawiyah agar Ziyad mau bergabung bersamanya yang telah mengakuinya sebagai saudara seayah .

Berkat kecerdikan Muawiyah dan kepiawaian, maka Muawiyah bin abu sufyan akhirnya mampu mempengaruhi Ziyad untuk bergabung dengannya, bahkan Muawiyah mengikatnya dengan ikatan perkawinan antara putri Muawiyah dengan putra Ziyad bernama Muhammad bin Ziyad. Dengan cara-cara seperti itu, akhirnya Ziyad mau menyatakan bersedia bergabung dan secara otomatis mengakui keberadaan khAli fah Muawiyah bin Abi Sufyan. Hal tersebut dilakukan Muawiyah karena ia melihat potensi besar yang dimiliki Ziyad dalam masalah kemiliteran dan keteguhan dalam mempertahankan prinsip yang dimilikinya.

Ditempat tugas barunya inilah Ziyad menyampaikan pidato perdananya kepada masyarakat Basrah. Pidato yang disampaikan sangat mengagumkan dan sekAli gus menggetarkan sendi-sendi orang yang berusaha menentang kekuasaannya atau kekuasaan Muawiyah . Pidatonya itu di kenal dengan pidato batra, karena tidak dimulai dengan ucapan basmalah. Isi pidatonya sangat jelas dan menelanjangi kejahatan-kejahatan penduduk Basrah. Ia mengulurkan ancaman-ancaman keras terhadap mereka yang tidak patuh. Dalam pidatonya itu, ia juga bersumpah kalau tidak hanya akan menghukum mereka yang berdosa, juga menghukum tuan lantaran dosa hamba sahaya, dan seterusnya.

Setelah terjadinya ketentraman dan persatuan dalam kedaulatan Islam , Muawiyah bin abi sufyan mulai malancarkan Ekspansi Militer Ke timur, Pasukan Islam berhasil menaklukan Khurasan (663-671) dari arah Basrah, menyebrangi sungai Oxus, dan menyerbu Bukhara di Turkistan (674). Ke Barat, Gubernur Mesir mengirim ekspedisi dibawah pimpinan Uqba bin Nafi menaklukan Afrika Utara yang masih dikuasai Bizantium sampai Algeria. Ke Utara, menye-rang Asia Kecil untuk melawan Bizantium. Muawiyah bin abu sufyan juga meluncurkan serangan sebanyak 2 kAli meskipun tidak berhasil untuk mengepung Konstan-tinople yang dipimpin putranya, Yazid bin Muawiyah

Demikian ulasan singkat seputar sejarah pemimpin Muawiyah bin abi sufyan semoga bermanfaat.

situs: www.rangkumanmakalah.com

DAFTAR PUSTAKA

Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam 2, Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003

————-‘ sejarah kebudayaan Islam , Jakarta: Pustaka Al Husna, 1982

HAMKA.Sejarah Ummat Islam II, Cet.II. Jakarta: Bulan Bintang.1981

Hadariansyah AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam Banjar Masin: Antasari Pres, 2008

Rosihon Anwar, Ilmu Kalam Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009

Harun Nasution, di tinjau dari beberapa Aspek Jakarta: UI Pres, 2009

Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam ,Semarang: PT. Karya Toha Putra 1995

K.Hitti Philip, History of Arabs Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2013


[1] H.Abdullah Nata, Metodologi Study Islam. (Jakarta: Rajawali Pers, Cet.XVIII.2011),361.

[2] Termasuk sejarah yang mengadung kontrofersi, beralihnya kekuasaan S.Ali bin Abi Tholib kepada Muawiyah bin Abi Sufyan.

[3].A.Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam 2, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003),21.

[4] HAMKA.Sejarah Ummat Islam II.(Jakarta: Bulan Bintang Cet.II.1981).78.

[5] A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1982),293.

[6] Ibid., 251-252

[7] Muawiyah tergolong insan politikus cerdik dan tanggung jawab, saat menjadi gubernur Syam, rakyat setempat sangat sejahtera sehingga dalam kampanyenya dengan dalih meluruskan kholifah Ali sangat direspon baik oleh masyarakat bawahanya.

[8] Muhammad bin Abu Bakar adalah anak Angkat Kholifah Ali

[9] Hadariansyah AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam (Banjar Masin: Antasari Pres, 2008),14.

[10] Hemat penulis, setiap niat yang menyimpang dari kebenaran akan mudah di lihat dengan menyimpangnya proses penggodokan sebuah keputusan, contoh konkrit usulan meletakkan nya ke dua jabatan, padahal jabatan yang di sandang ke dua pimpimpinan jauh berbeda, Ali sebagai Kholifah sedangkan Muawiyah hanya sebagai Gubernur.

[11] Fatah Syukur,Sejarah Peradaban Islam ( Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2010), 65.

[12] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta, UI Press, 1986),5.

[13] Hadariansyah AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, 16.

[14] Rosihon Anwar, Ilmu Kalam ( Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009),49.

[15] Harun Nasution, di tinjau dari beberapa Aspek ( Jakarta: UI Pres, 2009), 29.

[16] HAMKA.Sejarah Ummat Islam II, 80

[17] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam,( Semarang: PT. Karya Toha Putra 1995), 9.

[18] HAMKA.Sejarah Ummat Islam II, 80.

[19] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam,9.

[20] A.Syalabi, Sejarah Dan Kebudayaan Islam 2,21.

[21] Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam,9.

[22] Ziyad digelari bin Abihi kerena ketidakjelasan identitas ayahnya. Ibunya adalah seorang budak di Taif yang dikenal Abu Sufyan. Pada awalnya Ziyad adalah pendukung Ali, tetapi pada saat kritis, Mua-wiyah mengakui Ziyad sebagai saudara sahnya.

[23] Nama lain nya Maisun binti Bahdal

[24] Hamka, Sejarah Peradaban Islam II, 81.

[25] Bukan menyakiti, Yazid hanya ingin masyarakat kufah tidak terprofokasi, bahkan di sebutkan Agar Husain bisa kembali dan tidak meneruskan bertemu penduduk Kuffah yang sering tidak patuh saat pemerintahan ayahnya (Muawiyah), lihat HAMKA.Sejarrah peradaban Islam 2,83.

[26] Abu Ja’far, Muhammad ibn Jarir, ta>rich at}obari ( kairo: Da>r Al Ma’ari>f), 170.

[27] Kepercayaan sahabat untuk mencari pengganti Kholifah Umar

[28] Hamka, Sejarah Peradaban Islam II, 85

Pencarian Terkait

  • kematian muawiyah bin abu sufyan
  • kematian yazid bin muawiyah
  • muawiyah dan ali
  • muawiyah bin abu sufyan jasa jasa dan kekhilafannya dalam sebuah pelurusan sejarah
  • jasa muawiyah bin abu sufyan
  • biografi singkat muawiyah bin abu sufyan
  • biografi muawiyah bin abu sufyan
  • prestasi muawiyah bin abu sufyan

5 tanggapan pada “√ Sejarah Pemerintahan Muawiyah Bin Abi Sufyan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *