Lompat ke konten
Home » √ Teori – Teori Masuknya Islam di Pulau Jawa, Lengkap!

√ Teori – Teori Masuknya Islam di Pulau Jawa, Lengkap!

Daftar Isi

Masuknya Islam di Pulau Jawa
Masuknya Islam di Pulau Jawa

Teori – Teori Masuknya Islam di Pulau Jawa – Masuknya Islam di Jawa sampai sekarang masih menimbulkan hasil yang sangat beragam. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Jawa sebagaimana Islam datang ke Sumatra, yang diyakini abad pertama hijriah atau abad ke-7 masehi. Dalam bentuk artefak. kita dapatkan bukti-bukti itu dalam bentuk makam (batu nisan), masjid, ragam hias, dan tata kota.

Bukti Masuknya Islam di Pulau Jawa

  1. Makam

Masuknya Islam di Pulau Jawa – Bukti sejarah yang paling faktual adalah di temukannya batu nisan di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H (1082)[1], pada nisan makam itu tercantum prasasti berhuruf dan berbahasa Arab yang menyatakan bahwa makam itu adalah kubur Fatimah binti Maimun bin Hibatallah yang meninggal pada tanggal 7 Rajab 475 H. bertepatan pada tanggal 1 Desember 1082 M, yang berarti masih dalam jaman Kediri (1042 – 1222 M).

Di kampung Gapuro kota Gresik juga di temukan makam kuno, yaitu kubur Maulana Malik Ibrahim yang meninggal pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal 822 H [2]. yang bertepatan dengan tanggal 8 April 1419 M, Maulana Malik Ibrahim sendiri merupakan salah satu diantara wali sembilan yang dianggap sebagai penyebar agama Islam di pulau Jawa.

  1. Masjid

Sumber sejarah dalam bentuk arkeologi yang berupa bangunan masjid juga banyak ditemukan di jawa[3]. Berdirinya sebuah masjid di suatu wilayah akan memberikan petunjuk adanya komunitas muslim di wilayah tersebut. Masjid menjadi tempat utama tidak saja dalam beribadah kepada Tuhan, tetapi lebih dari itu masjid di kalangan umat Islam berfungsi sebagai islamic center. Hal yang sama fungsi itu juga tampak pada masjid-masjid yang didirikan nabi Muhammad SAW.

Untuk menyebut masjid-masjid yang awal memang membutuhkan penelitian tersendiri (mungkin masjid Demak bisa enjadi contoh). Namun, kalau kita lihat dari corak arsitekturnya, masjid-masjid di jawa pada garis besarnya beratap tumpang, berdenah persegi, berukuran relatif besar, terdiri atas ruang utama-pawestren-serambi, mempunyai ruang mihrab, ada tempat mengambil air wudhu, ada kolam di depan serambi, dan mempunyai pagar keliling. Selain itu di dalam bangunan masjid terdapat beberapa kelengkapan tergantung pada jenis masjidnya, antara lain: mimbar, bedug, kentongan. Tentang menara, masjid kuno di Jawa kebanyakan justru tidak memilikinya.

  1. Tata kota

Masuknya Islam di Pulau Jawa – Dalam masa Islam, di Jawa muncul kota-kota baru di wilayah pantai dan pedalamanseperti Demak, Cirebon, Banten, pajang, dan Kota Gede. Kota-kota itu ada yang masih hidup terus, ada pula yang sudah mati hampir tidak berbekas lagi. Akan tetapi, dari data arkeologi yang terkumpul dapat diketahui komponen utama kota-kota tersebut yaitu Kraton, alun alun, masjid agung, pasar, pemukiman penduduk, pemakaman, serta sarana pertahanan keamanan. Semuanya diatur dalam tata ruang tertentu, yang secara garis besar menunjukkan suatu kesamaan

Masuknya Islam di Pulau Jawa – Dalam berdakwah, walisongo memiliki strategi dengan memanfaatkan situasi dan kondisi masyarakat. Maka apa yang masyarakat butuhkan dan lakukan menjadi sasaran untuk dijadikan metode. Salah satunya dengan metode. Salah satunya dengan berbagai saluran yang hidup pada aktivitas sehari-hari rakyat yang menjadikan mereka terpengaruh dengan dikuasainya sektor-sektor tersebut[4]. Sektor-sektor tersebut ialah:

Teori-teori Penyebaran Islam di Jawa

  1. Saluran perdagangan

Lewat saluran ini walisongo melancarkan dakwahnya dengan menjadikan sebagian anggotanya melakukan perdagangan. Mengingat pada waktu itu perdagangan di sekitar laut Jawa diramaikan oleh berbagai bangsa yang turut meramaikannya. Para bangsawan majapahit pun tidak ketinggalan, banyak yang menjadi pemilik kapal dan saham. Melihat lahan dakwah yang cukup bagus ini Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) beserta teman-teman muslim lainnya hendak menguasai hampir seluruhnya perdagangan di kantung-kantung perdagangan pelabuhan laut jawa.

Maka terciptalah pedagang-pedagang arab yang mendominasi perdagangan di kantung-kantung perdagangan laut jawa. Mereka menerapkan sistem jual beli ala islam dengan menolak riba dan lain sebagainya. Sedikit demi sedikit para bangsawan yang memiliki saham dan kapal dagang tertarik dan mengikuti aturan main jual beli yang ditetapkan orang-orang islam. Pada akhirnya bagi mereka yang merasa tertarik, tidak tanggung-tanggung menyatakan masuk islam.

  1. Saluran Perkawinan

Masuknya Islam di Pulau Jawa – Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi. Penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin mereka diislamkan dulu. Setelah itu mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim.[4] Dengan melalui jalur perkawinan, para penyebar Islam melakukan perkawinan dengan penduduk pribumi. Melalui jalur perkawinan mereka telah menanamkan cikal bakal kader-kader islam. [5] Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, sunan Gunungjati dengan Putri Kawunganten, Prabu Brawijaya(raja majapahit) dengan Putri Campa Darawati yang menurunkan Raden Patah.

  1. Saluran Mistik atau Tasawuf

Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan pikiran Jawa pra islam adalah Syeh hasan ali Abdul Jalil atau Syeh Siti Jenar, Raden Mas syahid atau Sunan Kalijaga, dan syarif Hidayatullah atau Sunan Gunungjati. Dengan tasawuf, bentuk islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan mudah diterima[5]. Kehidupan mistik bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi bagian dari kepercayaan mereka. Oleh karena itu penyebaran Islam kepada masyarakat Indonesia melalui jalur tasawuf atau mistik ini mudah diterima karena sesuai dengan alam pikiran masyarakat Indonesia.

  1. Saluran Pendidikan

Masuknya Islam di Pulau Jawa – Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok-pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama seperti, Raden rahmat atau sunan Ampel mendirikan pesantren di Ampel Denta Surabaya, sunan Giri di Giri, Sunan Bonang di Tuban, Sunan Gunungjati di Giri Amparan Jati yang meneruskan kepemimpinan Syeh Dzatu Kahfi. Jalur pendidikan digunakan oleh para wali khususnya di Jawa dengan membuka lembaga pendidikan pesantren sebagai tempat kaderisasi mubaligh-mubaligh islam di kemudian hari. Setelah keluar dari pesantren atau pondok, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan islam.

  1. Saluran Kesenian

Para penyebar Agama Islam juga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran islam, antara lain dengan wayang, sastra, dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar islam seperti walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik kepada ajaran-ajaran islam sekalipun pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia tidak pernah meminta bayaran pertunjukkan seni, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan media islamisasi seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni arsitektur, dan seni ukir.

  1. Saluran Politik

Masuknya Islam di Pulau Jawa – Walisongo berusaha mengislamkan penguasa-penguasa setempat. Atau terlebih dahulu mengawini anak para penguasa. Setelah penguasa masuk islam, maka para bawahan dan rakyat akan terpengaruh dengan ajaran baru yang dianut para penguasa tersebut, dan akhirnya islam semakin banyak.

Dalam cerita-cerita tradisional, dituturkan bahwa para wali itu kaya akan ilmu kesaktian (jaya kawijayan). Mereka wicaksana. Itu semua merupakan bukti kelihaian dan kepandaian mereka dalam mengatur siasat dan strategi. Sedemikian tepat dan hebatnya mereka membuat sistem pendekatan psikologis, sehingga sangat menguntungkan bagi islam yang mereka sampaikan itu.

Demikian ulasan singkat seputar Teori Masuknya Islam di Pulau Jawa beserta penyebarannya. semoga bermanfaat.

Baca juga: Sejarah Madrasah di Indonesia.

FoteNote

[1] Rosatria, Eri, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2009

[2] Sutrisno, Budiono Hadi, Sejarah Walisongo, Yogyakarta: Grha Pustaka, 2009

[3] Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010

[4] Woodward, Mark R., Islam Jawa, Yogyakarta: LkiS, 1999

[5] Woodward, Mark R., Islam Jawa, Yogyakarta: LkiS, 1999


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *